Defek Post-mortem


Defek Post-mortem
Defek atau cacat pada kulit sedikit banyak sudah dijelaskan di defek antemortem dan defek kulit faktor lingkungan. Defek atau cacat atau kerusakan pada kulit dibagi menjadi dua yaitu defek antemortem dan defek post-mortem. Defek antemortem adalah cacat atau kerusakan pada kulit yang timbul sebelum hewan disembelih. Sedangkan defek post-mortem adalah cacat atau kerusakan pada kulit setelah hewan disembelih.
Defek post-mortem meliputi penanganan hewan pada saat pelepasan kulit hingga proses pengolahan kulit sampai menjadi leather (kulit jadi) yang siap untuk dibuat menjadi barang jadi (tas, dompet, sepatu, dll). Apabila hewan setelah disembelih terus diseret akan dapat mengakibatkan luka pada kulit yang tidak akan bisa hilang sampai proses pengolahan atau penyamakan kulit selesai. Pada saat pelepasan kulit juga bisa terjadi goresan dikarenakan pisau yang digunakan melukai kulit hewan tersebut.
Setelah pelepasan kulit dari hewan, maka kulit dilakukan pengawetan. Hal ini dilakukan karena kulit belum bisa langsung dilakukan proses penyamakan. Kulit dapat dilakukan proses penyamakan jika kulit sudah terkumpul dalam jumlah yang banyak sehingga proses penyamakan dalam satu kali proses dalam jumlah yang besar tidak mengalami kerugian. Proses pengawetan kulit dilakukan dengan menggunakan garam yang ditabur di atas permukaan kulit. Proses pengawetan ini biasa disebut pengawetan garam tabur, sedangkan kulitnya disebut kulit awetan garam. Pengawetan garam tabur biasa dilakukan untuk kulit skin (kecil) seperti kambing, domba dan kelinci. Sedangkan untuk reptile seperti ular dan biawak dilakukan pengawetan kering matahari. Untuk kulit besar seperti sapi dan kerbau dilakukan pengawetan garam jenuh.
Defek pada saat pengawetan menggunakan garam bisa terjadi dikarenakan garam itu sendiri. Penumpukan kulit yang terlalu banyak sehingga beban kulit semakin berat maka garam yang berbentuk kristal tajam akan dapat melukai permukaan kulit. Sedangkan pada pengawetan kering matahari jika terlalu panas maka lemak alami kulit akan meleleh sehingga akan menimbulkan noda putih. Noda akibat lemak ini akan sulit dihilangkan selama proses pengolahan kulit.
Proses pengolahan kulit yang merubah kulit mentah menjadi kulit jadi siap untuk dibuat menjadi barang jadi juga tidak luput dari permasalahan defek. Selain proses pengolahan kulit diharapkan mampu mengurangi defek atau cacat, proses pengolahan kulit juga dapat menimbulkan defek itu sendiri. Masing-masing proses pengolahan kulit yang terdiri dari 4 macam proses besar dapat menimbulkan defek yang berbeda-beda. Sehingga defek pada proses pengolahan kulit juga dapat dipisahkan menurut proses pengolahan kulit.
Defek pada proses BHO (BeamHouse Operation) bisa terjadi dikarenakan bahan kimia yang digunakan maupun proses mekanisnya. Penggunaan kapur yang terlalu banyak pada proses liming akan mengakibatkan pembengkak-an kulit yang berlebih sehingga kulit menjadi kurang rata. Sedangkan pada proses pelepasan bulu apabila kurang sempurna maka bulu-bulu halus akan masih ada sampai kulit menjadi leather walaupun sudah melalui dry proses atau proses mekanik setelah pasca tanning.
Defek pada proses Tanning bisa bermacam-macam bisa tergantung dari bahan kimia tanning yang digunakan ataupun proses mekanisnya. Defek yang timbul jika menggunakan bahan tanning nabati akan berbeda dengan defek yang timbul jika menggunakan bahan tanning mineral seperti krom. Defek yang paling sering muncul jika menggunakan bahan tanning nabati adalah adanya noda besi yang berwarna hitam. Hal ini dikarenakan bahan tanning nabati seperti mimosa akan bereaksi dengan besi membentuk besi-tannat yang berwarna hitam. Apabila noda ini tidak dihilangkan maka akan muncul terus sampai kulit menjadi leather. Sedangkan defek menggunakan bahan tanning mineral seperti krom lebih cenderung dikarenakan proses mekanis setelah proses tanning selesai.
Defek setelah proses tanning menggunakan krom biasanya dikarenakan pengemasan atau penempatan kulit yang kurang baik. Misalkan saja kulit setelah tanning krom (kulit wet blue) hanya diletakkan tanpa adanya kontrol kelembaban. Apabila kulit wet blue menjadi kering maka kulit akan susah dibasahi kembali sehingga kulit susah jika akan diproses kembali. Kulit wet blue dalam penyimpanan akan rentan terhadap tekanan. Apabila kulit wet blue menerima tekanan dalam jangka waktu lama maka kulit akan membekas dan akan susah dihilangkan. Defek seperti ini biasa disebut folding.

Defek pasca tanning dan finishing lebih cenderung dikarenakan penggunaan bahan kimia. Penggunaan bahan kimia disini dimaksudkan karena kurang baiknya kontrol proses. Misalkan saja pada proses pasca tanning apabila fiksasi kurang sempurna maka warna akan mudah luntur walaupun kulit sudah kering dan sudah melalui dry process. Begitu juga pada finishing, walaupun kulit pada saat finishing bisa cacat dikarenakan mesin akan tetapi pencampuran penggunaan bahan kimia yang kurang sesuai akan lebih berakibat fatal. Penggunaan bahan kimia yang kurang sesuai bisa mengakibatkan lapisan finishing akan mudah lepas atau mengelupas. Akan lebih parah jika lapisan finishing pada saat menggunakan platting menempel atau meninggalkan bekas. Sehingga akan mengotori kulit yang selanjutnya diplatting.
Share:

Related Posts: