DYESTUFF


Crust dyed kulit ular

Warna tidak pernah lepas dari kehidupan manusia. Dengan adanya warna maka suatu barang akan tampak lebih menarik jika dibandingkan dengan yang tidak ada warnanya. Warna asli atau yang berasal dari alam banyak dijumpai pada tumbuhan baik pada bagian batang, daun maupun bunga. Selain itu warna bisa dijumpai pada hewan maupun batu-batuan. Warna inilah yang nantinya menjadi standar warna untuk pembuatan bahan pewarna sintetis
Warna pada suatu barang tidak lepas karena adanya cahaya. Cahaya yang datang pada suatu benda sebagian akan diserap dan sebagian lagi akan dipantulkan. Spektrum cahaya yang dipantulkan oleh benda inilah yang akan mengindikasikan warna dari benda tersebut. Jika tidak ada cahaya maka tidak ada warna. Menurut KBBI, warna adalah kesan yang diperoleh mata dari cahaya yang diantulkan oleh benda-benda yang dikenainya.
Warna secara khusus diartikan sebagai spektrum (sebaran) gelombang foton yang disebabkan oleh radiasi elektromagnetik yang mempunyai kisaran panjang gelombang 400nm sampai dengan 750nm (Purnomo E, 2016). Sedangkan menurut Abrahart E.N. dalam bukunya Dyes and their Intermediates, warna merupakan bagian yang terlihat dari spektrum yang berasal dari radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang berkisar antara 400-800nm. Dari dua pengertian di atas mempunyai kesamaan yaitu warna mempunyai panjang gelombang. Apabila panjang gelombang kurang dari 400nm atau lebih dari 800nm maka tidak akan terlihat oleh mata. Jika panjang gelombang kurang dari 400nm maka disebut ultraviolet. Sedangkan lebih dari 750nm disebut infrared.
Bahan yang digunakan untuk mewarnai atau pewarna secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu pigmen dan dye. Pigmen dalam suatu larutan walaupun dapat bercampur akan tetapi bersifat tidak dapat larut atau insoluble (Gurse, 2016). Proses pewarnaan pigmen juga tidak melalui reaksi kimia. Pigmen banyak ditemukan dalam bentuk inorganic salt dan oxide seperti iron oxides. Sedangkan dye merupakan pewarna yang dapat larut dalam suatu larutan dan dalam proses pewarnaannya melalui reaksi kimia. Dye ada dua tipe yaitu sintetis dan natural. Dye sintetis berasal dari bahan petroleum sedangkan dye natural diambil dari tumbuh-tumbuhan, hewan dan bahan mineral menurut Singh dan Bharati (dalam Gurse A., 2016).
Dyes menurut Theory of O.N. Witt (dalam Abrahart E.N., 1977) dyes merupakan kombinasi dari molekul tak jenuh yaitu kromofor yang disebut kromogen dan satu atau lebih group substansi disebut auksokrom yang berfungsi untuk mengintensifkan warna dan meningkatkan ikatan antara dyes dengan substrat. Jadi pembuatan dyes sintetis atau dyestuff berdasarkan dari gabungan antara kromogen dengan auksokrom.Para pelaku pengolahan kulit menyebut dyestuff dengan sebuatan cat dasar.
Pada perkembangannya pembuatan dyes atau disebut dyestuff bisa ditambahkan golongan metal. Pembagian dyestuff menurut Covington T. (2009) klasifikasi dyestuff dibagi menjadi
1.      Acid Dyes
Disebut acid dyes karena proses fiksasinya dalam kondisi asam. Tipe ini banyak digunakan pada industri leather dengan tanning krom. Karakteristik dari acid dyes diantaranya :
a.       Molekul cenderung kecil dan mudah larut dengan air
b.   Digunakan pada pewarnaan yang membutuhkan penetrasi dan ketajaman warna
c.     Mempunyai muatan anionic sehingga reaktifitasnya sangat tinggi dengan kulit yang bermuatan kationik
d.    Fiksasi menggunakan asam sebagai akibat adanya gugus sulfonat
e.   Bereaksinya didominasi oleh reaksi elektrostastik antara gugus sulfonat dengan proton amino dari group lysine
f.    Reaksi keduanya merupakan ikatan hidrogen melalui group auksokrom
g.   Beberapa bereaksi dengan ikatan krom yang berfungsi sebagai mordant
h.  Mempunyai ketahanan warna yang baik
i.    Mempunyai rentang warna yang besar, warna yang cerah dan tajam
2.      Basic Dyes
Struktur molekulnya hampir sama dengan acid dyes akan tetapi membawa muatan positif seperti substansi amina, walaupun kadang membawa gugus anionik. Banyaknya gugus amina kurang suka air jika dibandingkan dengan gugus sulfonat atau karboksilat, sehingga mempunyai tipikal kurang mudah larut terhadap air dari pada acid dyes. Karakteristik dari Basic dyes diantaranya :
a.       Mempunyai warna yang sangat kuat dan cerah
b.   Cenderung sukar larut dalam air, karena sedikit mengandung group yang mudah larut air dari pada acid dyes, yang cenderung larut dalam oil dan pelarut solven.
c.   Cenderung bersifat bronze effect seperti tampilan metalik. Ini dikarenakan reaksi pada permukaan ketika molekul dyes saling tumpang tindih saling tertarik oleh ikatan Van der Waal’s yang mengakibatkan cahaya dipantulkan dari struktur yang berlapis-lapis.
d.      Sangat rendah ketahanan cahayanya
e.       Tahan terhadap keringat karena tidak dipangaruhi oleh meningkatnya pH
f.       Reaktifitas sangat tinggi terhadap anonic leather, seperti pada tanning nabati dan acid dyes. Tipe ini digunakan pada proses pewarnaan sistem sandwich dengan urutan acid dyes, basic dyes kemudian topping dengan acid dyes. Ketertarikan ikatan elekstrostastik antar muatan akan menciptakan warna yang pekat dan ketahanan gosok yang tinggi
g.      Dapat terendapkan oleh air sadah dan anionic reagents
h.      Diaplikasi dengan dicampur menggunakan asam asetat kemudian dilarutkan dengan air panas
i.    Bereaksi secara elektrostatik melalui proton dari group amino dan inonisasi group karboksilat pada kolagen
j.        Reaksi keduanya melalui ikatan hidrogen
k.   Karena lebih tidak suka air dari pada acid dyes, maka beberapa reaksinya melalui hydrophobic bonding
3.      Direct dyes
Direct dyes mempunyai struktur yang sama dengan acid dyes dan basic dyes, tetapi mempunyai molekul yang lebih besar.ada tambahan kategori pada direct dyes, perkembangannya direct dyes dapat ditambah gugus kromofor azo dan aromatis. Karakteristik direct dyes diantaranya :
a.       Mempunyai molekul yang lebih besar dari pada acid dyes dan basic dyes
b.      Digunakan untuk surface dyeing, yang memungkinkan ketidak rataan warna
c.   Tidak membutuhkan asam untuk fikssasi, karena sudah terlalu reaktif tergantung dari banyaknya gugus yang ber-reaksi
d.      Kelunturan warna mulai dari cukup sampai bagus
e.       Biasanya warna gelap
f.    Mempunyai beberapa kesamaan struktur dengan acid dyes dan basic dyes, tetapi mempunyai muatan yang lebih rendah sehingga ikatan ion lebih kurang penting
g.  Berat molekul semakin besar berarti semakin direct reaction, tidak memerlukan penambahan pH untuk fiksasi
h.   Bergantung pada ikatan hidrogen dari banyaknya jumlah auksokrom per molekulnya, seperti reaktifnya tanning nabati dan lebih pada ikatan hydrophobic
4.      Mordant Dyes
Original mordan dyes sangat mirip dengan ekstraksi dari tumbuhan, yang menghasilkan warna pucat kurang pekat dan fiksasi kurang bagus pada tekstil saat digunakan tunggal. Untuk fiksasi antara pewarna dengan substrat diperlukan penambahan mekanisme fiksasi dengan menambahkan garam metal baik sebelum maupun sesudah dyes. Pada saat ini mordant dyes lebih mirip dengan acid dyes tetapi muatan inoicnya lebih sedikit. Biasanya mempunyai ikatan yang lemah dengan kolagen tetapi dengan adanya metal akan membentuk komplek sehingga metal berfungsi sebagai jembatan antara leather dengan dyes.
Mekanisme fiksasi sama dengan acid dyes, dengan penambahan dari kompleksasi ikatan kovalen
a.   Ikatan yang lemah terhadap kolagen, biasanya mempunyai gugus sulfonat yang sedikit. Jika natural dyes maka ikatan hidrogennya juga sedikit
b.   Bergantung pada terbentuknya molekul komplek dengan metal ion
c.   Ikatan dengan mordant metal akan beraneka ragam muatan elektrostatisnya dan karakter kovalennya tergantung dari metalnya.
5.      Premetallised Dyes
Konsep dari premetallised dyes adalah menghilangkan dua tahapan proses dari mordantin dan dyeing dengan menyiapkan komplek dyes dan garam metal di dalam dyes. Perbandingan dyes dengan metal bisa 1:1 dan 1:2.
6.      Reactive Dyes
Reactive mirip dengan acid dyes yang mempunyai ikatan kovalen pada gugus reaktifnya, yang dapat berikatan kovalen dengan kolagen. Reactive dyes digunakan pada leather yang membutuhkan ketahanan cuci, ketahanan keringat seperti pada pakaian dan glove. Karakteristik dari reactive dyes diantaranya :
a.       Sangat tahan terhadap pencucian dan keringat
b.      Tahan terhadap cahaya
c.       Range warna yang sedikit dan agak pucat
d.      Mahal
e.      Adanya regulasi terhadap kesehatan dikarenakan bereaksi dengan substansi organik.
7.      Sulfur Dyes
Sulfur dyes mempunyai struktur seperti sintan, yaitu sangat komplek dikarenakan pada pembuatannya menggunakan struktur yang tidak diketahui. Konsistensi warnanya tergantung dari konsistensi kondisi produksinya. Karakter dari sulphur dyes diantaranya :
a.    Hanya cocok untuk leather yang tahan terhadap pH tinggi yang diperlukan untuk reaksi dyes seperti tanning aldehid dan oil.
b.      Tahan terhadap keringat dan pencucian
c.       Rentang warna yang sedikit dan pucat, tidak ada warna true red
d.      Sedikit hingga tidak berikatan dengan wool
Share:
Mohon Aktifkan Javascript!Enable JavaScript

Labels

acid dyestuff air air sadah air sadah. alam alami analisa antemortem anti jamur anti oksidan antik artikel asam amino assessing auksokrom auxiliaries auxiliary awet awetan bahan kimia bahan kimia finishing bahan pembantu barang jadi base coat bating beam house operation bebas bebas krom beeswax BHO biawak biaya biji kesumba Binder bixin buang bulu buaya bunga cacat cacat kulit cahaya castor chrome tanned color coat colour coat cost crazy horse crosslinking agent crust crust dyed daun deacidification Defek Defek Iklim Defek Jenis Bangsa Defek kulit Defek Lingkungan Defek Makanan Defek Musim degreasing deliming dermis domba download dyed dyeing dyes dyestuff eco ecoprint ekstraksi emulsi enzim enzyme epidermis fatliquor fatliquoring fiksasi finishing fisis free chrome fruit fruit leather full grain fungsi garam garam jenuh garam tabur grading green technology grey scale hewan hipodermis ikan pari istilah istilah kulit jaket jaringan jenis jenis artikel jenis artikel kulit jenis dyestuff journal jurnal kadar air kambing kandungan karakter dyestuff kelarutan kelarutan dyestuff kelunturan keringat kerusakan kerusakan kulit kesumba ketahanan warna kimiawi klasifikasi klasiikasi klasik krom kromofor kromogen kualitas kuantitatif kulit kulit box kulit jadi kulit krus kulit loose kulit mentah kulit pickle kulit samak kulit segar kulit ular lapisan finishing LARE LARE-PU leaher leather leather laptop light fastness limbah limbah cair limbah industri pengolahan kulit limbah padat liming longgar kulit longgar loose luas luas kulit luas leather luka macam dyestuff matching color matching colour medium coat menguning mentah metameri metameric metamerism minyak mutu nabati nano-silika nature netralisasi neutralisation neutralization Oksasolidin oksazolidin organoleptis oxazolidine panca indera Pasca Tanning pelarut pemanfaatan pemanfaatan limba pembasahan pemeliharaan peminyakan pencucian pengasaman pengawetan pengolahan pengolahan kulit pengolahan limbah pengujian pengujian crust dyed pengujian dyestuff pengujian leather penjualan penjualan kulit penyakit penyamakan penyamakan bebas krom penyimpanan perawatan perendaman pewarna pewarna alam pewarnaan pewarnaan dasar pH pH Dyestuff pickle pickling polipeptida Post Tanning post-mortem postmortem print problem solving proses proses basah Proses pasca protein pudar pull up ramah lingkungan reptile resep resep fruit leather retannign I retanning retanning II review review journal saddle samak sapi senyawa bixin sepatu silika sinar matahari sisa sisa proses size skin snake soaking solvent sortasi spray staining struktur surfactant surfaktan syarat lapisan finishing tanin tanned Tanning tanning krom tanning mineral tes test tipe tipe dyestuff titrasi top coat translucent transparan tujuan tujuan finishing tumbuhan uji uji fisis uji kimiawi ukuran ular unhairing upper vegetable vegtan vitamin e warna warna luntur wax wet blue yellowing yogyakarta

Blog Archive