Penyimpanan Kulit Wet Blue


Semakin besar perusahaan pengolahan kulit atau penyamak kulit, maka akan semakin besar pula kebutuhan raw material atau bahan baku kulit. Beberapa perusahaan besar penyamakan kulit membeli kulit  mentah kemudian memprosesnya atau menyamak kulit hingga finishing. Dan beberapa perusahaan penyamakan kulit tidak mau mengolah atau menyamak dari kulit mentah dikarenakan limbah yang dihasilkan pada proses BHO (Beam House Operation). Sehingga perusahaan tersebut membeli kulit dalam bentuk pickle atau wet blue.

Selain limbah, perusahaan penyamakan kulit yang membeli kulit dalam bentuk pickle maupun wet blue bisa juga dikarenakan kelengkapan mesin terutama drum untuk proses BHO maupun tanning. Secara umum drum yang dipakai pada proses BHO berbeda dengan drum yang digunakan pada proses tanning dan pasca tanning. Drum yang digunakan pada proses BHO haruslah bagian panjangnya lebih panjang dari pada diameter drumnya. Atau bisa dibilang drum BHO haruslah berbentuk memanjang.
Beberapa kasus diatas menyebabkan adanya jual beli kulit dalam bentuk wet blue oleh industri penyamakan kulit. Permasalahan timbul di pihak penjual adalah ketika terjadi penumpukan kulit wet blue. Penumpukan kulit wet blue yang terlalu lama bisa merubah kondisi kulit tersebut. Sinar matahari dan udara serta kulit yang masih dalam kondisi basah bisa mengakibatkan terjadinya oksidasi pada kulit tersebut. Sehingga sebaiknya kulit disimpan tanpa terkena langsung sinar matahari atau di dalam ruangan.
Bagi pihak pembeli, yang tidak mengetahui seberapa lama kulit wet blue sudah disimpan akan menjadi permasalahan tersendiri. Pengiriman dari luar negeri yang memakan waktu lama tentu saja juga akan mempengaruhi kualitas kulit wet blue. Selain itu pihak pembeli juga tidak mengetahui seberapa banyak bahan penyamak krom yang dipakai penjual untuk membuat kulit wet blue atau proses tanning.
Secara garis besar kulit wet blue adalah semua kulit yang telah melalui proses BHO (Beam House Operation) sehingga bulu sudah hilang dan dilanjutkan dengan proses tanning menggunakan zat penyamak mineral yaitu krom (krom sulfat). Kulit wet blue berwarna agak kebiru-biruan dan tentu saja sesuai dengan namanya kondisi kulitnya masih dalam keadaan basah.
Beberapa literature mengatakan minimal penggunaan krom pada kulit wet blue adalah minimal kadar Cr2O3 sebanyak 2%. Dengan catatan pada akhir proses wet blue dilakukan kontrol proses baik suhu kerut (shrinkage temperature) dan seberapa besar penyusutannya. Bagi perusahaan pembeli kulit wet blue mempunyai standar tersendiri dalam menentukan suhu kerut kulit wet blue. Ada yang minimal 920C dan ada yang 950C. Akan tetapi pengujjian terhadap penyusutan kulit wet blue adalah sama yaitu tidak lebih dari 10%. Selain itu kulit wet blue juga diuji keasamannya (pH). pH dari kulit wet blue sekitar 3,5-4.
Pembelian kulit wet blue oleh industri penyamakan kulit dalam jumlah besar dan keterbatasan alat untuk melakukan proses lanjutan (pasca tanning) maka akan terjadi penumpukan yang kemudian dilakukan penyimpanan terhadap kulit wet blue. Penyimpanan yang baik, seperti yang diutarakan diatas adalah kulit wet blue tidak boleh terkena sinar matahari langsung atau harus di dalam ruangan. Selain itu kulit wet blue harus selalu dalam keadaan basah. Hal ini dikarenakan apabila kulit wet blue sampai kering maka kulit wet blue akan sangat susah untuk dibasahkan kembali atau soaking bahkan akan tidak bisa dilakukan proses lanjutan (pasca tanning).
Kulit wet blue yang sudah kering dan tidak bisa dibasahi kembali dikarenakan adanya perubahan ikatan kimia di dalam kulit. Ikatan ini merupakan ikatan silang krom yang ada di dalam kulit. Sehingga beberapa perusahaan dalam penyimpanan kulit wet blue agar tidak kering dilakukan penyiraman dengan menggunakan air beberapa minggu sekali. Sehingga kelembaban kulit wet blue dapat terjaga dan kulit terhindar dari kekeringan.
Share:

Related Posts: