Mengatasi Kulit Loose pada Proses Retanning II


Proses pengolahan kulit atau proses penyamak di Indonesia sudah berkembang dengan pesat. Sudah banyak bermunculan industri-industri rumah tangga yang mengolah kulit. Terutama di Yogyakarta. Yogyakarta sendiri sudah sejak lama berdiri perusahaan besar pengolah kulit. Ditambah lagi di Yogyakarta terdapat perguruan tinggi Politeknik ATK Yogyakarta dibawah kemenprin yang mempunyai jurusan Teknologi Pengolahan Kulit. Selain itu di Yogyakarta didukung adanya penjual bahan kimia yang import sehingga sedikit banyak mendorong pengusaha pengolah kulit untuk dapat lebih berkembang.

            Proses pengolahan kulit atau proses penyamakan yang merubah kulit mentah menjadi kulit samak mempunyai serangkaian proses yang panjang. Tiap-tiap proses mempunyai tujuan tersendiri. Proses pengolahan kulit. Penggunaan bahan kimia pada tiap-tiap proses telah mengalami perkembangan untuk dapat mengatasi berbagai masalah yang timbul dalam proses pengolahan kulit. Dengan diharapkannya hubungan timbal-balik antara mahasiswa, akademis dan pelaku industri serta didukung oleh supplier bahan kimia maka proses pengolahan kulit di Indonesia terutama di Yogyakarta mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan dari luar negeri.


            Saat ini hubungan timbal balik antara empat komponen yaitu mahasiswa, akademis, pelaku industri dan supplier bahan baku masih dirasa sangat kurang. Masih adanya rantai informasi yang putus dinatara ke-empat komponen tersebut. Beberapa perusahaan mengeluhkan kurangnya informasi teknologi terbaru dalam proses pengolahan kulit. Perkembangan teknologi pengolahan kulit salah satunya adalah penggunaan silika sebagai bahan tanning pengganti krom dalam proses penyamakan kulit. Beberapa negara maju sudah mulai meninggalkan penggunaan krom sedikit-demi sedikit demi menciptakan proses penyamakan yang lebih ramah lingkungan.


            Perkembangan penggunaan bahan kimia tidak hanya pada proses tanning. Beberapa proses seperti BHO dan pasca tanning juga mulai ke arah yang ramah lingkungan. Pada proses BHO mulai digunakan berbagai enzyme yang tidak menghasilkan limbah bahan kimia. Sedangkan pada proses pasca tanning mulai dilakukan penggabungan bahan kimia agar lebih efektif dan efisien. Selain itu pada proses dyeing diharapkan penggunaan bahan pewarna yang berasal dari tumbuh-tumbuhan sehingga lebih ramah lingkungan.


            Permasalahan kulit loose sedah menjadi polemik tersendiri bagi pengusaha kulit. Kulit loose seringkali diatasi pada proses pasca tanning. Kulit loose sedikit banyak dapat diatasi dengan penggunaan bahan kimia pada proses retanning I. Mengatasi kulit loose pada retanning I bisa menghasilkan kulit yang lebih padat. Akan tetapi hasil yang didapat masih belum maksimal sehingga perlu dilakukan proses retanning II untuk mengisi kulit sehingga menjadi lebih padat.


Bahan kimia pada proses retanning II yang biasa digunakan untuk mengatasi kulit loose adalah dari tipe resin. Biasanya penggunaan bahan kimia tipe resin diperbanyak atau dimaksimalkan penggunaannya. Hal ini dikarenakan bahan kimia tipe resin mampu mengisi secara merata disemua bagian kulit baik di neck, belly maupun croupon. Akan tetapi penggunaan bahan resin mempunyai batasan, biasanya disekitar 8%. Sehingga walaupun penggunaannya dimaksimalkan maka kulit masih bisa terasa loose. Apalagi ada beberapa tipe resin yang hanya dapat mengisi pada permukaan seperti tipe dicyandiamide.


Bahan kimia yang sering digunakan pada retanning II selain resin yaitu tipe bahan penyamak nabati seperti quebracho dan mimosa. Bahan kimia tipe ini pada kulit jadinya akan memberikan kepadatan. Akan tetapi tipe bahan penyamak nabati yang mempunyai molekul yang besar akan lebih cenderung masuk ke dalam kulit terutama pada bagian ekor. Sedangkan pada bagian yang lain kurang terlalu bisa mengisi.


Perkembangan bahan kimia yang digunakan pada proses pasca tanning sudah mengalami banyak perbaikan. Penggabungan dua macam tipe bahan kimia sudah banyak dilakukan. Hal ini dilakukan agar dapat mengatasi permasalahan pada proses pengolahan kulit terutama pada kulit loose. Salah satu bahan yang digunakan adalah syntan. Syntan atau synthetic tanning pada awalnya mirip dengan bahan tanning nabati. Walaupun sudah dapat mengisi bagian loose akan tetapi masih belum sempurna.

Pada awal-awal pembuatan syntan berasal dari kondensasi asam fenol sulfonik dengan formaldehid sebagai cross linker. Adanya gugus –OH maka senyawa polimer yang terbentuk dapat berikatan dengan kulit seperti bahan samak nabati. Sedangkan gugus –SO3H (sulfonat) nya menyebabkan dapat larut dalam air. Saat ini syntan dibuat dengan berbagai macam bahan dasar seperti acrylic, styrene, maleic dll. Sehingga diharapkan mampu mengurangi kelemahan bahan kimia lain untun mengisi pada bagian kulit yang loose dan mendapatkan karakter kulit yang lebih tight dan compact.
Share:
Mohon Aktifkan Javascript!Enable JavaScript

Labels

acid dyestuff air air sadah air sadah. alam alami analisa antemortem anti jamur anti oksidan antik artikel asam amino assessing auksokrom auxiliaries auxiliary awet awetan bahan kimia bahan kimia finishing bahan pembantu barang jadi base coat bating beam house operation bebas bebas krom beeswax BHO biawak biaya biji kesumba Binder biodegradable bixin buang bulu buaya bunga cacat cacat kulit cahaya castor chrome tanned color coat colour coat cost crazy horse crosslinking agent crust crust dyed DAC DAS daun deacidification Defek Defek Iklim Defek Jenis Bangsa Defek kulit Defek Lingkungan Defek Makanan Defek Musim degreasing deliming dermis dialdehid domba download dyed dyeing dyes dyestuff eco eco-friendly ecoprint ekstraksi emulsi enzim enzyme epidermis fatliquor fatliquoring fiksasi finishing fisis free chrome fruit fruit leather full grain fungsi garam garam jenuh garam tabur grading green technology grey scale hewan hipodermis ikan pari istilah istilah kulit jaket jaringan jenis jenis artikel jenis artikel kulit jenis dyestuff journal jurnal kadar air kambing kandungan karakter dyestuff kelarutan kelarutan dyestuff kelunturan keringat kerusakan kerusakan kulit kesumba ketahanan warna kimiawi klasifikasi klasiikasi klasik konsep krom kromofor kromogen kualitas kuantitatif kulit kulit box kulit jadi kulit krus kulit loose kulit mentah kulit pickle kulit samak kulit segar kulit ular lapisan finishing LARE LARE-PU leaher leather leather laptop light fastness limbah limbah cair limbah industri pengolahan kulit limbah padat liming longgar kulit longgar loose luas luas kulit luas leather luka macam dyestuff matching color matching colour medium coat menguning mentah metameri metameric metamerism minyak mutu nabati nano-silika nature netralisasi neutralisation neutralization Oksasolidin oksazolidin organoleptis oxazolidine panca indera Pasca Tanning pelarut pemanfaatan pemanfaatan limba pembasahan pemeliharaan peminyakan pencucian pengasaman pengawetan pengolahan pengolahan kulit pengolahan limbah pengujian pengujian crust dyed pengujian dyestuff pengujian leather penjualan penjualan kulit penyakit penyamakan penyamakan bebas krom penyimpanan perawatan perendaman pewarna pewarna alam pewarnaan pewarnaan dasar pH pH Dyestuff pickle pickling polipeptida Post Tanning post-mortem postmortem print problem solving proses proses basah Proses pasca protein pudar pull up ramah lingkungan reptile resep resep fruit leather retannign I retanning retanning II review review journal saddle samak sapi senyawa bixin sepatu silika sinar matahari sisa sisa proses size skin snake soaking solvent sortasi spray staining struktur surfactant surfaktan syarat lapisan finishing tanin tanned Tanning tanning krom tanning mineral tes test tipe tipe dyestuff titrasi top coat translucent transparan tujuan tujuan finishing tumbuhan uji uji fisis uji kimiawi ukuran ular unhairing upper vegetable vegtan vitamin e warna warna luntur wax wet blue yellowing yogyakarta

Blog Archive