soaking |
Proses pengolahan kulit hampir mustahil dilakukan
tanpa pengawetan kulit terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan kebutuhan kulit
dalam jumlah yang banyak dalam satu kali proses pengolahan (di dalam drum
proses). Dalam satu kali proses pengolahan kulit misal kulit kambing atau domba
dalam satu kali proses di dalam drum bisa mencapai 1000 lembar. Sedangkan RPH maupun
bukan RPH melakukan pemotongan hewan dalam jumlah terbatas. Karena kondisi
lapangan yang tidak memungkinkan maka kulit hasil dari pemotongan hewan
disimpan dahulu sampai jumlah yang cukup, kemudian di supply ke perusahaan pengolahan kulit.
Proses pegawetan yang paling
banyak dilakukan menggunakan metode awetan garam dan awetan kering. Inti dari
pengawetan adalah megnurangi kadar air sehingga bakteri tidak dapat tumbuh dan
menghambat proses degradasi protein. Perbedaan pengawetan yang menggunakan
metode awetan garam dibandingkan dengan metode kering adalah pada kandungan air
di dalam kulit dan penggunaan bahan kimia (garam / NaCl).
Perbedaan pada pengawetan
kulit mentah akan mempengaruhi proses pengolahan kulit terutama pada proses soaking yang merupakan awal dari proses
pengolahan kulit. Proses soaking atau perendaman yang bertujuan untuk
mengembalikan kadar air dalam kulit sehingga kulit mempunyai kadar air seperti
kulit segar. Sedangkan pada kulit awet garaman, soaking juga berfungsi untuk
mencuci kulit hingga bebas dari garam. Apabila proses soaking tidak sempurna dan air tidak terpenetrasi sempurna ke dalam
kulit maka akan mengganggu proses pengolahan kulit selanjutnya.
Proses soaking yang tidak sempurna berarti air tidak terpenetrasi sempurna
ke dalam kulit mengakibatkan bahan kimia yang digunakan tidak bisa terpenetrasi
ke dalam kulit. Apabila bahan kimia tidak bisa terpenetrasi ke dalam kulit maka
akan mengakibatkan gagalnya proses pengolahan kulit sehingga kulit tidak bisa
tersamak sempurna. Kulit yang tidak tersamak sempurna akan menyebabkan mudahnya
kulit terdegradasi oleh bakteri hingga kulit menjadi mudah busuk. Lebih parahnya
lagi bisa mengakibatkan grain yang akan mudah mengelupas (kulit menjadi dua
layer/lapisan).
Proses soaking selain dipengaruhi jenis pengawetan yang dilakukan, juga
dipengaruhi oleh jenis kulit yang digunakan. Kulit dengan jenis yang berbeda
antara kambing, domba dan sapi mempunyai ketebalan kulit yang berbeda pula. Hal
ini akan mempengaruhi waktu proses soaking
dan bahan kimia yang digunakan. Walaupun baik dari jenis awetan maupun kulit
yang berbeda, inti dari proses soaking
sama yaitu mengembalikan kadar air kulit seperti keadaan awal saat menempel
pada hewan atau kulit segar.
Kulit yang merupakan protein
atau komponen organik yang rentan terhadap bahan kimia, asam, basa dan
kerusakan bakteri. Oleh karena itu proses soaking
dilakukan dalam kurun waktu tertentu dan air terpenetrasi secara cepat ke dalam
kulit. Dengan mudahnya kulit menjadi tempat pertumbuhan mikrobia seperti
bakteri maka pada saat proses soaking
biasa ditambahkan bahan kimia untuk menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur.
Proses soaking biasa dilakukan pada pH basa yang bertujuan untuk
mempercepat waktu prosesnya. Padahal baik kulit mentah maupun kulit segar yang
akan diproses sangat rentan terhadap perubahan pH. Perubahan pH akan
mengakibatkan kulit membengkak baik pada pH asam maupun pH basa. Proses soaking pada basa selain untuk
mempercepat proses soaking juga diharapkan agar lemak dalam kulit dapat
tersabunkan. Untuk menaikkan pH pada saat soaking
bisa ditambahkan dengan NaOH atau soda api.
Bahan kimia selain soda api
yang digunakan pada proses soaking
adalah surfactant yang berarti surface active agent atau bahan kimia
yang dapat menurunkan tegangan permukaan. Dengan penambahan bahan kimia
surfactant, maka tegangan antar muka antara air dan kulit akan turun sehingga
akan mempercepat proses penetrasi air ke dalam kulit.