Netralisasi


Pengujian netralisasi
Proses pengolahan kulit merupakan proses yang panjang. Sebagian besar proses dilakukan di dalam drum. Sebagian besar orang menyebut proses pengolahan kulit dengan proses penyamakan. Penyamakan berasal dari kata samak yang merupakan arti dari kata tanning di Bahasa Inggris. Tanning merupakan inti dari proses peyamakan yang bertujuan merubah kulit menjadi lebih tahan terhadap pembusukan. Kata tanning sendiri berasal dari tannin yang merupakan senyawa kimia yang terdapat pada tanaman yang dapat digunakan untuk penyamakan. Jadi kata penyamakan belum tepat apabila digunakan untuk menggambarkan proses pengolahan kulit secara menyeluruh.

Proses pengolahan kulit atau penyamakan yang terdiri dari tahapan proses BHO, Tanning, Pasca Tanning, dan Finishing membutuhkan proses yang tidak sebentar. Proses penyamakan kulit dalam satu kali proses sampai menjadi leather (kulit jadi) bisa sampai 2 minggu. Dengan lamanya proses maka diharapkan setiap tahapan proses diharapkan dapat berjalan lancar.

Pada kenyatannya proses penyamakan kulit dalam skala industri besar tidak lepas dari berbagai macam masalah. Baik mulai dari pengawetan kulit mentah hingga proses finishing. Bahkan pada tiap-tiap tahapan proses bisa menimbulkan masalah jika kurangnya pengetahuan tentang proses penyamakan kulit. Permasalahan yang paling banyak disebabkan oleh bahan baku atau kulit itu sendiri. Kulit yang berasal dari alam mempunyai karakteristik tersendiri. Semboyan pengolah kulit adalah tidak ada kulit yang kembar. Hal ini berhubungan dengan jenis dan jumlah asam amino di dalam kulit.

Persmasalahan dari karakter kulit biasa disebut defect atau cacat. Defect bisa terjadi baik pada hewan yang masih hidup, pada saat penyembelihan maupun pada saat proses penyamakan. Permasalahan dari sifat alami kulit yang sudah terlihat dari awal adalah adanya kulit loose. Persoalan kulit loose sudah menjadi hal yang umum di semua industri pengolah kulit. Terutama pada industri pengolah kulit untuk artikel atasan sepatu. Sedangkan untuk artikel glove kurang begitu menjadi permasalahan. Karena artikel kulit glove mempunyai karakter kulit yang lemas.

Sedangkan permasalahan yang timbul pada saat proses yang bisa terjadi pada setiap tahapan proses dikarenakan kurangnya kontrol proses yang bagus. Hal ini bisa berkaitan dengan waktu yang tepat memasukkan bahan kimia dan jumlah bahan kimia yang digunakan. Walaupun demikian semuanya akan kembali kepada sifat alami kulit. Jika kulit yang berasal dari hewan yang masih muda dicampur dengan kulit dari hewan yang sudah tua (berbeda umur) maka akan menyebabkan penyerapan bahan kimia ke dalam kulit akan berbeda. Penyerapan yang berbeda dikarenakan kandungan jenis asam amino protein pada kulit hewan tersebut berbeda. Bahkan untuk kulit hewan jantan dan betina mempunyai karakter yang berbeda pula. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi perusahaan pengolahan kulit.



Salah satu tahapan yang mempunyai efek yang besar terhadap hasil jadi kulit adalah proses netralisasi pada proses pasca tanning. Sebenarnya tidak tepat jika dikatakan netralisasi yang berasal dari serapan Bahasa Inggris yaitu neutralization. Kata yang lebih tepat adalah deacidification. Disebut deacidification karena memang pada proses ini bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi asam sebagai akibat dari reaksi oxolation sebagai lanjutan dari reaksi olation yang menghasilkan asam pada saat pemeraman. Sehingga proses tanning yang tidak menghasilkan asam tidak perlu dilakukan proses netralisasi seperti pada proses tanning nabati.

Proses netralisasi yang bertujuan mengurangi asam dalam kulit mempunyai pengaruh yang besar dalam penentuan jenis artikel kulit akhir yang diinginkan. Semakin lemas kulit yang diinginkan maka pH pada proses netralisasi semakin tinggi. Jika menginginkan kulit yang lenting (kaku) maka pH pada proses netralisasi dibuat rendah.  Akan tetapi pH pada proses netralisasi mempunyai rentang tertentu karena akan mempengaruhi proses selanjutnya. Proses netralisasi dilakukan agar bahan kimia seperti dyestuff terutama fatliquor dapat terpenetrasi sempurna ke dalam kulit.

Proses netralisasi yang terlalu rendah akan mengakibatkan bahan fatliquor tidak bisa terpenetrasi sempurna ke dalam kulit. Hal ini dikarenakan perbedaan pH antara kulit dengan bahan fatliquor. Apabila fatliquor tidak bisa terpenetrasi sempurna maka tujuan fatliquor yang mengurangi gesekan antar serat fiber akan tidak tercapai. Sehingga serat fiber akan mudah rusak jika terkena aksi mekanis.

Berbeda halnya dengan dyestuff. Ada beberapa jenis dyestuff yang bisa terpenetrasi ke dalam kulit walaupun pH netralisasi dilakukan pada pH rendah. Akan tetapi jenis dyestuff ini kurang begitu banyak jenis warnanya, sehingga jarang digunakan dalam proses penyamakan kulit. Tipe dyestuff yang paling banyak digunakan pada proses pengolahan kulit adalah tipe acid dyestuff. Tipe ini dapat terpenetrasi pada pH netraslisasi agak tinggi yang kemudian dapat dilakukan fiksasi dengan menambahkan asam untuk penyempurnaan ikatannya dengan kulit.
Share:
Mohon Aktifkan Javascript!Enable JavaScript

Labels

acid dyestuff air air sadah air sadah. alam alami analisa antemortem anti jamur anti oksidan antik artikel asam amino assessing auksokrom auxiliaries auxiliary awet awetan bahan kimia bahan kimia finishing bahan pembantu barang jadi base coat bating beam house operation bebas bebas krom beeswax BHO biawak biaya biji kesumba Binder biodegradable bixin buang bulu buaya bunga cacat cacat kulit cahaya castor chrome tanned color coat colour coat cost crazy horse crosslinking agent crust crust dyed DAC DAS daun deacidification Defek Defek Iklim Defek Jenis Bangsa Defek kulit Defek Lingkungan Defek Makanan Defek Musim degreasing deliming dermis dialdehid domba download dyed dyeing dyes dyestuff eco eco-friendly ecoprint ekstraksi emulsi enzim enzyme epidermis fatliquor fatliquoring fiksasi finishing fisis free chrome fruit fruit leather full grain fungsi garam garam jenuh garam tabur grading green technology grey scale hewan hipodermis ikan pari istilah istilah kulit jaket jaringan jenis jenis artikel jenis artikel kulit jenis dyestuff journal jurnal kadar air kambing kandungan karakter dyestuff kelarutan kelarutan dyestuff kelunturan keringat kerusakan kerusakan kulit kesumba ketahanan warna kimiawi klasifikasi klasiikasi klasik konsep krom kromofor kromogen kualitas kuantitatif kulit kulit box kulit jadi kulit krus kulit loose kulit mentah kulit pickle kulit samak kulit segar kulit ular lapisan finishing LARE LARE-PU leaher leather leather laptop light fastness limbah limbah cair limbah industri pengolahan kulit limbah padat liming longgar kulit longgar loose luas luas kulit luas leather luka macam dyestuff matching color matching colour medium coat menguning mentah metameri metameric metamerism minyak mutu nabati nano-silika nature netralisasi neutralisation neutralization Oksasolidin oksazolidin organoleptis oxazolidine panca indera Pasca Tanning pelarut pemanfaatan pemanfaatan limba pembasahan pemeliharaan peminyakan pencucian pengasaman pengawetan pengolahan pengolahan kulit pengolahan limbah pengujian pengujian crust dyed pengujian dyestuff pengujian leather penjualan penjualan kulit penyakit penyamakan penyamakan bebas krom penyimpanan perawatan perendaman pewarna pewarna alam pewarnaan pewarnaan dasar pH pH Dyestuff pickle pickling polipeptida Post Tanning post-mortem postmortem print problem solving proses proses basah Proses pasca protein pudar pull up ramah lingkungan reptile resep resep fruit leather retannign I retanning retanning II review review journal saddle samak sapi senyawa bixin sepatu silika sinar matahari sisa sisa proses size skin snake soaking solvent sortasi spray staining struktur surfactant surfaktan syarat lapisan finishing tanin tanned Tanning tanning krom tanning mineral tes test tipe tipe dyestuff titrasi top coat translucent transparan tujuan tujuan finishing tumbuhan uji uji fisis uji kimiawi ukuran ular unhairing upper vegetable vegtan vitamin e warna warna luntur wax wet blue yellowing yogyakarta

Blog Archive