kulit loose |
Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa kulit loose memang dikarenakan dari pembawaan
hewannya. Kulit sangat terlihat loose terutama pada bagian belly dan flank. Dan
untuk artikel tertentu semisal kulit atasan sepatu, pada bagian ini akan banyak
sekali dibuang (trimming) karena
tidak dimungkinkan untuk digunakan. Apabila dipaksa dijual maka harga jual
kulit jadi / leather akan semakin turun atau murah.
Permasalahan kulit loose tidak hanya berasal dari hewannya
saja. Akan tetapi bisa muncul atau diperparah oleh proses pengolahan kulit yang
kurang baik. Penggunaan drum dengan kecepatan terlalu tinggi dan waktu proses
yang lama seperti pada proses tanning juga bisa mengakibatkan kulit menjadi loose. Serat fiber dalam kulit akan
menjadi semakin longgar sehingga akan semakin susah untuk diperbaiki pada
proses selanjutnya.
Kulit loose banyak terjadi
karena proses awal pengolahan kulit yaitu Beam
House Operation atau BHO yang
kurang bagus. Hal ini dikarenakan bahan baku awal yang berupa kulit mentah
masih sangat rentan terhadap bahan kimia, aksi fisik maupun biologi yang berpa
mikroorganisme maupun jamur. Sehingga apabila salah satu tahapan proses yang
terlalu lama dan tidak hati-hati maka kulit akan menjadi loose.
Proses liming pada BHO yang
bertujuan untuk menghilangkan bulu menggunakan kapur akan membuat kulit menjadi
loose apabila proses yang terlalu lama dan suhu yang terlalu tinggi. Pada
proses ini diharapkan penggunaan bahan kimia yang tidak terlalu banyak dan
proses yang tidak terlalu lama. Berbeda dengan kulit yang memang nantinya
didesign menjadi kulit yang sangat lemas seperti kulit kambing untuk glove. Kulit kambing untuk artikel glove beberapa perusahaan sengaja
memperpanjang waktu proses agar hasil kulitnya sangat lemas seperti kulit
domba.
Sama
seperti halnya liming, pada tahapan
proses bating di BHO akan dapat membuat kulit menjadi loose. Sebagian besar
perusahaan pada proses ini sudah menggunakan enzyme untuk mengikis protein yang
tidak terpakai yaitu protein globular. Apabila pemakaian enzyme yang berlebih
maka akan bisa mengakibatkan kulit menjadi loose.
Permasalahan
kulit loose sebenarnya terjadi hampir di semua perusahaan-perusahaan pengolah
kulit. Kulit loose terutama pada
bagian flank diharapkan bisa padat
seperti pada bagian croupon sehingga kulit jadi yang dihasilkan tidak ada yang
dibuang atau ditrimming. Bagi perusahan pengolah kulit kehilangan kulit
walaupun hanya seluas 0,5sf maka akan semakin berdampak besar. Hal ini
dikarenakan jumlah kulit yang diolah mencapai ratusan ribu square feets. Sedangkan pembelian kulit mentah maupun setengah jadi
dalam jumlah banyak oleh perusahaan bisa dikatakan tidak bisa memilih kulit
lembar demi lembar. Pembelian biasanya dilakukan semuanya secara keseluruhan.
Karena permasalahan yang seperti ini perusahaan berusaha mengatasi loose pada proses pasca tanning.
Inti dari
proses pasca tanning adalah mengisi bagian dalam kulit (rongga dalam kulit atau
antar serat) dengan bahan kimia. Proses pasca tanning terdiri dari proses retanning I, netralisasi, retanning II,
dyeing, fatloiquoring dan fixing.
Proses pengisian bahan kimia dilakukan pada saat proses retanning I sebelum proses netralisasi dan retanning II setelah proses netralisasi. Sedangkan proses dyeing dilakukan untuk mewarnai kulit
dan fatliquoring merupakan pemasukan
minyak kedalam kulit agar kulit menjadi lemas dan mengurangi gesekan antar
serat kulit.
Salah satu
cara mengatasi loose adalah
menggunakan bahan kimia pada saat proses retanning
I pada proses pasca tanning. Kondisi kulit (wet blue) sebelum proses netralisasi mempunyai pH yang rendah atau
bersifat kationik. Sehingga bahan kimia yang digunakan haruslah juga bersifat
kationik agar mampu terpenetrasi ke dalam kulit. Apabila bahan kimia yang
dimasukkan bersifat anionik atau pH tinggi maka bahan kimia tersebut akan
berikata di permukaan kulit dan tidak mampu terpenetrasi sempurna ke dalam
kulit.
Bahan kimia
yang digunakan pada retanning I untuk
memperbaiki kulit yang loose bisa berasal dari mineral, seperti alumunium dan
zirconium. Alumunium yang digunakan biasanya dalam bentuk sulfat yang biasa
digunakan untuk bahan proses tanning. Bahan ini (Alumunium sulfat) selain
banyak digunakan untuk mengisi rongga dalam kulit juga digunakan untuk
memperbaiki karakter kulit dari proses tanning yang menggunakan bahan krom.
Selain
alumunium dan zirkonium yang berasal dari golongan mineral, pada retanning I juga bisa ditambahkan bahan
lain dari golongan aldehid. Glutaraldehid yang merupakan golongan aldehid biasa
digunakan atau ditambahkan pada proses retanning
I bertujuan untuk membuat karakter kulit bersifat sponge. Jadi walaupun
nanti hasil jadi kulitnya padat tetapi kulit masih terasa lembut sehingga akan
nyaman apabila digunakan untuk fashion. Selain itu bahan dari aldehid akan
membuat kulit lebih tahan terhadap keringat.