Pengujian Kimiawi Kulit Jadi (Leather)

Soxhlet
Kualitas atau mutu merupakan batasan apakah barang kita sudah sesuai dengan yang diharapkan atau belum. Kualitas kulit yang bagus belum tentu harus sesuai dengan standar dari SNI, bisa saja permintaan standar kualitas dari buyer atau pembeli berbeda. Hal inilah yang menjadi perbedaan standar kualitas kulit yang ada di perusahaan-perusahaan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Secara umum pengujian kualitas atau baik buruknya kulit dilakukan dengan cara membandingkan kulit hasil produksi dengan standar yang ada. Membandingkan dengan kulit standar yang sudah ada terutama dilakukan pada pengujian organoleptis dan pengujian fisis. Sedangkan untuk pengujian kimiawi hasil yang didapat sudah dalam bentuk angka sehingga bisa langsung diketetahui apakah kulit tersebut sesuai standar atau tidak. Misalkan saja kadar Cr2O3 dalam kulit box artikel upper minimal sebesar 3%. Apabila hasil pengujian kurang dari 3% maka ditakutkan artikel yang didapat kurang sesuai walaupun dengan kadar Cr2O3 2,5% kulit sudah bisa matang atau masak.
Sebelum dilakukan pengujian kimiawi, kulit lebih dahulu dilakukan pengujian organoleptis dan pengujian fisis. Pengujian kimiawi kulit upper samak krom dengan kulit samak nabati tentu saja berbeda. Samak nabati menggunakan bahan tanning dari tumbuh-tumbuhan seperti mimosa. Sedangkan samak krom menggunakan mineral krom (chrome). Persamaan pengujian kimiwi antara dua kulit diatas adalah pengujian minyaknya. Walaupun mempunyai nilai atau angka hasil yang berbeda akan tetapi cara pengujiannya sama yaitu menggunakan soxhlet.


Standar pengujian kimiawi kulit upper box samak krom dapat dilihat dari SNI 06-0234-1989 yang merupakan Standar Nasional Indonesia. Pengujian kimiawi kulit upper samak krom terdiri dari :
1.      Penetapan kadar air
Penetapan kadar air dapat dilakukan dengan beberapa cara. Biasanya dengan mengeringkan bahan adalam oven pada suhu 105 – 110 0 C selama 3 jam atau sampai didapat berat  yang konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan. Kadar air yang diuji adalah jumlah air yang terdapat dalam kulit mentah, setengah jadi atau kulit jadi yang dinyatakan dalam persen berat.
2.      Pengujian kadar chrome Cr2O3
Untuk dapat menentukan kadar krom maka kulit harus dibuat dalam bentuk abu terlebih dahulu. Kemudian abu tersebut dioksidasi agar krom berubah dari krom valensi III menjadi krom valensi VI. Setelah itu baru dapat dititrasi. Karena apabila krom masih dalam bentuk valensi III maka krom belum bisa dititrasi.
3.      Penetapan pH kulit tersamak
Yang dimaksud pH dari kulit tersamak adalah negatif logaritma dari konsentrasi ion hidrogen larutan dari kulit dalam air suling. Pengujian ph kulit tersamak dilakukan dengan penyarian zat – zat yang terdapat dalam kulit tersamak dengan air suling kemudian diukur pHnya.
4.       Penetapan kadar abu
Abu adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada jenis bahan dan cara pengabuannya. Pengabuan  adalah tahapan utama dalam proses analisa kadar abu suatu bahan. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui bahan organik yang terdapat di dalam kulit.
5.      Penetapan kadar minyak / lemak 
   Penentuan kadar minyak atau lemak suatu bahan dapat dilakukan dengan alat ekstraktor soxhlet. Ekstraksi dengan alat ini merupakan cara ekstraksi yang efisien, karena pelarut yang digunakan dapat diperoleh kembali. Dalam penentuan  kadar minya atau lemak, bahan  yang diuji harus cukup kering karena jika masih basah selain memperlambat prosess ekstraksi , air dapat turun ke dalam labu dan akan mempengaruhi dalam perhitungan
Share:

Related Posts: