Perkembangan
proses pengolahan kulit terutama pada proses BHO sudah sedikit banyak kami
utarakan pada part 1. Dewasa ini, semua industri terutama industri yang
menyangkut penggunaan bahan kimia sudah berkembang kearah proses yang lebih
ramah lingkungan. Tak terkecuali juga pada proses pengolahan kulit. Walaupun
proses pengolahan kulit termasuk salah satu jenis industri yang tertua di
dunia, akan tetapi terhitung agak lambat mengenai informasi perkembangannya
terutama dari segi penggunaan bahan kimianya.
Indonesia yang merupakan salah satu negara tropis penghasil kulit sapi dengan kualitas yang sangat bagus, yaitu jenis sapi jawa sangat disayangkan dalam hal pengolahan kulit tergolong tertinggal dari negara lain. Walaupun dari segi pembuatan barang jadi seperti tas tidak tertinggal dari merk atau brand terkenal dari luar negeri. Proses pengolahan kulit di Indonesia harusnya sangatlah maju karena didukung adanya pendidikan pengolahan kulit di Politeknik ATK Yogyakarta. Hanya saja kendala paling utama adalah penggunaan bahan kimia yang masih import.
Indonesia yang merupakan salah satu negara tropis penghasil kulit sapi dengan kualitas yang sangat bagus, yaitu jenis sapi jawa sangat disayangkan dalam hal pengolahan kulit tergolong tertinggal dari negara lain. Walaupun dari segi pembuatan barang jadi seperti tas tidak tertinggal dari merk atau brand terkenal dari luar negeri. Proses pengolahan kulit di Indonesia harusnya sangatlah maju karena didukung adanya pendidikan pengolahan kulit di Politeknik ATK Yogyakarta. Hanya saja kendala paling utama adalah penggunaan bahan kimia yang masih import.
Penggunaan bahan kimia pada proses pengolahan kulit di Indonesia sebagian besar menggunakan bahan kimia dari luar negeri atau import sudah seharusnya kualitas hasil kulit jadi atau leather sudah bisa bersaing dengan leather dari luar negeri. Ketergantungan terhadap bahan kimia import bisa menjadikan perusahaan pengolahan kulit tidak mau membuka, mengikuti dan mencari perkembangan terbaru dari proses pengolahan kulit. Sebagian perusahaan pengolahan kulit sangat tergantung kepada produsen pembuat bahan kimia. Hal ini bisa menyebabkan kejenuhan, kurang adanya inovasi dari proses pengolahan kulit. Ditambah lagi masih banyaknya orang yang awam tentang kulit. Ketika mereka menggunakan produk dari kulit alasan utama mereka hanyalah yang penting kulit, awet dan tidak mudah rusak.
Proses BHO yang merupakan bagian dari proses pengolahan kulit merupakan salah satu kunci untuk menghasilkan kulit dengan kualitas yang bagus. Kekurangan dari proses BHO adalah munculnya beban limbah yang sangat besar(mungkin nanti akan admin jelaskan kenapa proses BHO bisa menghasilkan limbah yang berbahaya bagi lingkungan). Proses BHO saat ini sebagian besar masih dilakukan secara konvensional dengan menggunakan sulfida untuk merontokkan rambut. Limbah dari proses inilah yang sebenarnya berbahaya bagi lingkungan.
Peneliti di Indonesia sebenarnya sudah melakukan riset pada proses pengolahan kulit beberapa tahun yang lalu. Sangat disayangkan jurnal yang mereka terbitkan kurang berimbas pada industri pengolahan kulit. Bahkan dilingkungan civitas akademik di Politeknik ATK juga kurang terdengar hasil penelitian mereka. Penelitian penggunaan enzim pada proses pengolahan kulit pada proses BHO dilakukan oleh R. Jaka Susila, Emiliana Kasmudjiastuti, Sri Sutyasmi menggunakan Baccillus megatorium DSM-319 di Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik sekitar tahun 2013.
Bacillus megatorium merupakan bakteri gram positif penghasil enzim protease. Penelitian sebelumnya juga sudah dilakukan menggunakan enzim alkaline protease, hanya saja menggunakan jenis bakteri yang berbeda. Enzim protease dari Bacillus megaterium telah diketahui mampu menghidrolisis albumin, hemoglobin, gelatin, kolagen, dan keratin (Wahyuntari dan Hendrawati, 2012). Penelitian dilakukan pada kulit kambing dengan variasi penggunaan enzim sebanyak 0,5%; 1%; dan 1,5%. Sedangkan lama waktu proses perendaman dilakukan selama 1jam; 1,5jam; dan 2 jam.
Hasil penelitian didapatkan hasil yang paling optimum menggunakan enzim sebanyak 1% dengan waktu perendaman selama 1 jam. Enzim Bacillus megatorium DSM-319 mampu mendigesti komponen dalam sambungan epidermal-derma sehingga epidermal terpisah dari dermal dan sebagian besar bulu telah rontok. Lamanya waktu proses akan menjadi kelebihan yang paling signifikan jika dibandingkan proses pengolahan kulit secara konvensional. Proses BHO secara konvensional bisa memakan waktu selama 2 hari. Bahkan jika proses kulit dari awetan kulit kering hanya untuk membasahi atau perendaman saja bisa membutuhkan waktu 2-3 hari, sehingga proses keseluruhan BHO sampai 5 hari. Bahkan hasil pengujian kulit sudah memenuhi standar SNI, sehingga kulit yang dihasilkan dapat diproduksi.
Waktu proses yang semakin cepat salah satu proses maka akan mempersingkat pula keseluruhan proses pengolahan kulit. Maka akan semakin efisien proses pengolahan kulit dan mampu saving cost dari berbagai item seperti misalnya biaya tenaga kerja dan biaya listrik. Untuk itu kami tertarik untuk melakukan uji coba proses BHO menggunakan enzim.
Kami, Khana Yasa sudah berupaya mendaki gunung, melewati lembah hanya untuk mencari enzim protease dari Bacillus megatorium akan tetapi kami tidak mendapatkannya. Ilmu kami tentang bioteknologi pengembangan bakteri juga tidak punyai. Untuk itu kami mencoba menggunakan enzim protease yang ada di pasaran entah darimana asalnya kami kurang begitu paham. Kami mendapatkan harga enzim protease di sekitaran Rp 700.000,-/Kg. Pada awalnya uji coba kami lakukan pada kulit biawak awetan kering yang terhitung murah dengan lebar punggung kurang lebih 25cm. Percobaan dilakukan menggunakan enzim sebanyak 1%. Kulit biawak diremas selama kurang lebih selama 1 jam sudah terbasahi sempurna tetapi sisik belum bisa sempurna terkelupas. Setelah 2 jam baru sisik sudah bisa dikelupas tanpa merusak grain.
Uji coba proses BHO konvensional menggunakan kulit biawak awetan kering dengan berat basah 120gr. Sedangkan untuk proses BHO enzim menggunakan kulit biawak awetan kering dengan berat 50gr. Perbandingan perkiraan biaya dapat terlihat pada tabel berikut :
Jika
dilihat dari segi biaya penggunaan kimia memang terlihat sangat jauh
perbedaannya yaitu lebih dari Rp 1.000,- . Akan
tetapi jika dilihat dari waktu prosesnya maka akan sangat menghemat waktu. Dengan
adanya penghematan waktu proses maka akan semakin efisien prosesnya sehingga
dapat menghemat biaya tenaga kerja dan listrik (terutama untuk proses yang
memakai drum).
Sementara
ini dulu ya… Nanti klo ada update akan kami posting di judul yang baru. Untuk
jurnal dapat di download disini:
Jurnal
: Penggunaan Enzim Bacillus megatorium DSM-319 pada Proses Perendaman Penyamakan Kulit Jaket
Oleh : R. Jaka Susila, Emiliana Kasmudjiastuti, Sri Sutyasmi
Video proses BHO dapat dilihat di channel youtube kami disini
Oleh : R. Jaka Susila, Emiliana Kasmudjiastuti, Sri Sutyasmi
Video proses BHO dapat dilihat di channel youtube kami disini