Pengujian ketahanan warna terhadap sinar matahari |
Salah satu kekurangan industri kecil pengolahan kulit
di Indonesia adalah kurangnya pelayanan after sales atau setelah penjualannya.
Bahkan industri besarpun demikian. Mereka hanya menjual leather berdasarkan
pesanan atau permintaan pembeli. Pelayanan setelah penjualan harusnya juga
menjadi tanggung jawab dari pihak pengolah kulit. Apakah kulit atau leather
yang dihasilkan sudah sesuai dengan standar atau belum, da n seharusnya
menyertakan hasil pengujian dari leather yang dijual. Dengan adanya hasil
pengujian yang disertakan pada saat penjualan maka akan dapat lebih menanamkan
kepercayaan pembeli kepada penjual. Tentu saja pengujian leather disesuaikan
dengan permintaan dari pembeli dan atau standar peruntukannya.
Industri pengolahan kulit sudah seharusnya bukan hanya
paham proses pengolahan kulit dari kulit mentah menjadi kulit jadi atau
leather. Akan tetapi peruntukan leather nantinyapun sudah seharusnya dipahami.
Misalkan saja pengolah kulit untuk kulit jaket mempunyai standar pengujian yang
berbeda dengan kulit untuk sepatu. Apabila pengolah kulit kurang paham maka
hasil jadi leathernya akan kurang sesuai. Bukan hanya itu saja, sebaiknya
pengolah kulit juga memahami pengujian leather saat sudah menjadi barang jadi.
Sehingga akan didapatkan kesesuaian dan kesepahaman mulai dari penjual leather
hingga pemakai barang jadi.
Kekurangan dari masyarakat Indonesia adalah kurang
pahamnya orang awam terhadap kulit. Masih banyak masyarakat umum yang belum
paham atau mengerti perbedaan kulit berdasarkan peruntukannya atau
penggunaannya. Kadang kala mereka hanya tau bahwa kulit untuk jaket sekedar
lemas dan lembut. Akan tetapi kurang begitu paham bagaimanakah durability-nya?
Atau apakah warnanya mudah pudar atau tidak? Misalkan saja kulit jadi atau
leather dengan pewarnaan yang tidak tembus (terpenetrasi sempurna) dikatakan
prosesnya kurang baik. Padahal hal ini belum tentu tergantung untuk apakah
leather tersebut. Kalau untuk atasan sepatu yang membutuhkan kelentingan tinggi
maka dyestuff atau pewarna tidak akan bisa tembus (normatif menggunakan acid
dyestuff). Pemahaman seperti inilah yang kurang dipahami oleh masyarakat umum.
Selain itu edukasi yang kurang baik dari pengolah kulit dan pengrajin atau
pembuat barang jadi kepada pihak pembeli.
Indonesia yang berada pada garis katulistiwa maka
sinar matahari lebih terasa menyengat. Berbeda dengan negara-negara yang berada
jauh dari garis katulistiwa dan mempunyai 4 musim. Disini sinar matahari tidak
terlalu terik. Perbedaan inilah yang sebenarnya menjadi tolak ukur bagaimana
pengujian suatu barang jadi. Misalkan saja untuk beberapa barang jadi yang
difinishing seperti leather dilakukan uji pada suhu rendah atau dingin.
Sedangkan di Indonesia yang berada pada garis katulistiwa tidak terlalu
membutuhkan uji tersebut.
Begitu halnya dengan pengujian kelunturan warna
terhadap sinar matahari. Untuk beberapa negara yang jauh dari garis katulistiwa
mungkin tidak terlalu membutuhkannya. Sedangkan di Indonesia yang berada pada
garis katulistiwa perlu dilakukan pengujian kelunturan/kepudaran warna terhadap
sinar matahari.
Pengujian leather di Indonesia dilakukan berdasarkan
SNI salah satunya di Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik. Akan tetapi biaya
pengujian tidaklah murah. Hal ini bisa menjadi kendala bagi industri pengolahan
kulit tidak pernah atau jarang melakukan pengujian. Selain pengujian secara
SNI, sebenarnya pengujian leather bisa dilakukan secara organoleptis yang
dilakukan oleh pihak penjual yang sudah berpengalaman. Beberapa pengujian yang
bisa dilakukan sendiri diantaranya uji gosok, kelemasan, uji kerekatan dll.
Sekilas tentang light fastness sudah sedikit
dijelaskan pada bagian 1 disini. Pengujian leather terhadap sinar matahari juga
bisa dilakukan secara sederhana. Perhitungan kualitas bisa didasarkan dari
berapa lamanya waktu (jam) leather di jemur di bawah sinar matahari. Atau bisa juga
dengan perhitungan hari dengan ketentuan kondisi matahari bersinar terik tanpa
terhalang oleh awan. Pengujian kepudaran warna terhadap sinar matahari secara
sederhana dapat dilakukan dengan menutup sebagian leather dengan alumunium
foil. Penutupan sebagian leather dengan alumunium karena agar tidak terpapar
sinar matahari dan tidak berubah warna sehingga dapat digunakan sebagai standar
atau pembanding.
Setelah beberapa hari dijemur maka akan terlihat
beberapa perbedaan antara yang ditutup dengan yang tidak. Seberapa jauh
perubahan warna dibandingkan dengan standar. Semakin tidak berubah maka
ketahanan leather terhadap sinar matahari semakin baik. Salah satu cara yang
sudah pernah dilakukan adalah dengan menambah anti oksidan pada saat proses
basah atau tepatnya pada proses pasca tanning. Anti oksidan yang ditambahkan
pada proses pengolahan kulit adalah Vitamin E atau tocopherol. Terbukti bahwa
dengan penggunaan Vitamin E dapat meningkatkan ketahanan warna kulit terhadap
sinar matahari. Kekurangan dari penggunaan vitamin E pada proses pengolahan
kulit adalah dari segi harga yang relatif mahal. Sehingga akan manaikkan harga
jual dari leather.
Demikian pula pada
produk kami LARE-PU yang menggunakan vitamin E atau tocopherol sebagai salah
satu bahan anti oksidan. Penggunaan LARE-PU sebagai perawatan kulit agar kulit
lebih tahan terhadap sinar matahari merupakan salah satu alternatif yang paling
efektif. Selain aplikasinya yang sangat mudah tetapi harganya juga relatif
terjangkau. Penggunaan LARE-PU tinggal disemprotkan pada kain kemudian
diusapkan pada leather.
Untuk mengetahui harga LARE-PU dapat anda lihat disini
Jurnal penggunaan Vitamin E dapat anda download disini
Video penggunaan LARE-PU dapat anda liat di channel Youtube kami
Untuk mengetahui harga LARE-PU dapat anda lihat disini
Jurnal penggunaan Vitamin E dapat anda download disini
Video penggunaan LARE-PU dapat anda liat di channel Youtube kami