KELUNTURAN WARNA TERHADAP CAHAYA bagian 2

Pengujian ketahanan warna terhadap sinar matahari
Industri pengolahan di Indonesia bukan lagi tergolong industri baru. Banyak perusahaan besar sudah berdiri lama. Sektor-sektor pengolahan kulitpun sudah ada dibeberapa daerah seperti di Magetan, Garut dan Bantul. Perusahan-perusahaan tersebut memproduksi leather sudah dalam jumlah yang tidak sedikit. Akan tetapi hal ini tidak menyebabkan industri-industri kecil tidak bisa bersaing. Sudah banyak alumni Politeknik ATK yang mendirikan usaha kecil dalam bidang pengolahan kulit.



Salah satu kekurangan industri kecil pengolahan kulit di Indonesia adalah kurangnya pelayanan after sales atau setelah penjualannya. Bahkan industri besarpun demikian. Mereka hanya menjual leather berdasarkan pesanan atau permintaan pembeli. Pelayanan setelah penjualan harusnya juga menjadi tanggung jawab dari pihak pengolah kulit. Apakah kulit atau leather yang dihasilkan sudah sesuai dengan standar atau belum, da n seharusnya menyertakan hasil pengujian dari leather yang dijual. Dengan adanya hasil pengujian yang disertakan pada saat penjualan maka akan dapat lebih menanamkan kepercayaan pembeli kepada penjual. Tentu saja pengujian leather disesuaikan dengan permintaan dari pembeli dan atau standar peruntukannya.

Industri pengolahan kulit sudah seharusnya bukan hanya paham proses pengolahan kulit dari kulit mentah menjadi kulit jadi atau leather. Akan tetapi peruntukan leather nantinyapun sudah seharusnya dipahami. Misalkan saja pengolah kulit untuk kulit jaket mempunyai standar pengujian yang berbeda dengan kulit untuk sepatu. Apabila pengolah kulit kurang paham maka hasil jadi leathernya akan kurang sesuai. Bukan hanya itu saja, sebaiknya pengolah kulit juga memahami pengujian leather saat sudah menjadi barang jadi. Sehingga akan didapatkan kesesuaian dan kesepahaman mulai dari penjual leather hingga pemakai barang jadi.

Kekurangan dari masyarakat Indonesia adalah kurang pahamnya orang awam terhadap kulit. Masih banyak masyarakat umum yang belum paham atau mengerti perbedaan kulit berdasarkan peruntukannya atau penggunaannya. Kadang kala mereka hanya tau bahwa kulit untuk jaket sekedar lemas dan lembut. Akan tetapi kurang begitu paham bagaimanakah durability-nya? Atau apakah warnanya mudah pudar atau tidak? Misalkan saja kulit jadi atau leather dengan pewarnaan yang tidak tembus (terpenetrasi sempurna) dikatakan prosesnya kurang baik. Padahal hal ini belum tentu tergantung untuk apakah leather tersebut. Kalau untuk atasan sepatu yang membutuhkan kelentingan tinggi maka dyestuff atau pewarna tidak akan bisa tembus (normatif menggunakan acid dyestuff). Pemahaman seperti inilah yang kurang dipahami oleh masyarakat umum. Selain itu edukasi yang kurang baik dari pengolah kulit dan pengrajin atau pembuat barang jadi kepada pihak pembeli.

Indonesia yang berada pada garis katulistiwa maka sinar matahari lebih terasa menyengat. Berbeda dengan negara-negara yang berada jauh dari garis katulistiwa dan mempunyai 4 musim. Disini sinar matahari tidak terlalu terik. Perbedaan inilah yang sebenarnya menjadi tolak ukur bagaimana pengujian suatu barang jadi. Misalkan saja untuk beberapa barang jadi yang difinishing seperti leather dilakukan uji pada suhu rendah atau dingin. Sedangkan di Indonesia yang berada pada garis katulistiwa tidak terlalu membutuhkan uji tersebut.
Begitu halnya dengan pengujian kelunturan warna terhadap sinar matahari. Untuk beberapa negara yang jauh dari garis katulistiwa mungkin tidak terlalu membutuhkannya. Sedangkan di Indonesia yang berada pada garis katulistiwa perlu dilakukan pengujian kelunturan/kepudaran warna terhadap sinar matahari.

Pengujian leather di Indonesia dilakukan berdasarkan SNI salah satunya di Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik. Akan tetapi biaya pengujian tidaklah murah. Hal ini bisa menjadi kendala bagi industri pengolahan kulit tidak pernah atau jarang melakukan pengujian. Selain pengujian secara SNI, sebenarnya pengujian leather bisa dilakukan secara organoleptis yang dilakukan oleh pihak penjual yang sudah berpengalaman. Beberapa pengujian yang bisa dilakukan sendiri diantaranya uji gosok, kelemasan, uji kerekatan dll.

Sekilas tentang light fastness sudah sedikit dijelaskan pada bagian 1 disini. Pengujian leather terhadap sinar matahari juga bisa dilakukan secara sederhana. Perhitungan kualitas bisa didasarkan dari berapa lamanya waktu (jam) leather di jemur di bawah sinar matahari. Atau bisa juga dengan perhitungan hari dengan ketentuan kondisi matahari bersinar terik tanpa terhalang oleh awan. Pengujian kepudaran warna terhadap sinar matahari secara sederhana dapat dilakukan dengan menutup sebagian leather dengan alumunium foil. Penutupan sebagian leather dengan alumunium karena agar tidak terpapar sinar matahari dan tidak berubah warna sehingga dapat digunakan sebagai standar atau pembanding.
Hasil pengujian warna

Setelah beberapa hari dijemur maka akan terlihat beberapa perbedaan antara yang ditutup dengan yang tidak. Seberapa jauh perubahan warna dibandingkan dengan standar. Semakin tidak berubah maka ketahanan leather terhadap sinar matahari semakin baik. Salah satu cara yang sudah pernah dilakukan adalah dengan menambah anti oksidan pada saat proses basah atau tepatnya pada proses pasca tanning. Anti oksidan yang ditambahkan pada proses pengolahan kulit adalah Vitamin E atau tocopherol. Terbukti bahwa dengan penggunaan Vitamin E dapat meningkatkan ketahanan warna kulit terhadap sinar matahari. Kekurangan dari penggunaan vitamin E pada proses pengolahan kulit adalah dari segi harga yang relatif mahal. Sehingga akan manaikkan harga jual dari leather.

Demikian pula pada produk kami LARE-PU yang menggunakan vitamin E atau tocopherol sebagai salah satu bahan anti oksidan. Penggunaan LARE-PU sebagai perawatan kulit agar kulit lebih tahan terhadap sinar matahari merupakan salah satu alternatif yang paling efektif. Selain aplikasinya yang sangat mudah tetapi harganya juga relatif terjangkau. Penggunaan LARE-PU tinggal disemprotkan pada kain kemudian diusapkan pada leather.

Untuk mengetahui harga LARE-PU dapat anda lihat disini
Jurnal penggunaan Vitamin E dapat anda download disini  
Video penggunaan LARE-PU dapat anda liat di channel Youtube kami
Share:
Mohon Aktifkan Javascript!Enable JavaScript

Labels

acid dyestuff air air sadah air sadah. alam alami analisa antemortem anti jamur anti oksidan antik artikel asam amino assessing auksokrom auxiliaries auxiliary awet awetan bahan kimia bahan kimia finishing bahan pembantu barang jadi base coat bating beam house operation bebas bebas krom beeswax BHO biawak biaya biji kesumba Binder biodegradable bixin buang bulu buaya bunga cacat cacat kulit cahaya castor chrome tanned color coat colour coat cost crazy horse crosslinking agent crust crust dyed DAC DAS daun deacidification Defek Defek Iklim Defek Jenis Bangsa Defek kulit Defek Lingkungan Defek Makanan Defek Musim degreasing deliming dermis dialdehid domba download dyed dyeing dyes dyestuff eco eco-friendly ecoprint ekstraksi emulsi enzim enzyme epidermis fatliquor fatliquoring fiksasi finishing fisis free chrome fruit fruit leather full grain fungsi garam garam jenuh garam tabur grading green technology grey scale hewan hipodermis ikan pari istilah istilah kulit jaket jaringan jenis jenis artikel jenis artikel kulit jenis dyestuff journal jurnal kadar air kambing kandungan karakter dyestuff kelarutan kelarutan dyestuff kelunturan keringat kerusakan kerusakan kulit kesumba ketahanan warna kimiawi klasifikasi klasiikasi klasik konsep krom kromofor kromogen kualitas kuantitatif kulit kulit box kulit jadi kulit krus kulit loose kulit mentah kulit pickle kulit samak kulit segar kulit ular lapisan finishing LARE LARE-PU leaher leather leather laptop light fastness limbah limbah cair limbah industri pengolahan kulit limbah padat liming longgar kulit longgar loose luas luas kulit luas leather luka macam dyestuff matching color matching colour medium coat menguning mentah metameri metameric metamerism minyak mutu nabati nano-silika nature netralisasi neutralisation neutralization Oksasolidin oksazolidin organoleptis oxazolidine panca indera Pasca Tanning pelarut pemanfaatan pemanfaatan limba pembasahan pemeliharaan peminyakan pencucian pengasaman pengawetan pengolahan pengolahan kulit pengolahan limbah pengujian pengujian crust dyed pengujian dyestuff pengujian leather penjualan penjualan kulit penyakit penyamakan penyamakan bebas krom penyimpanan perawatan perendaman pewarna pewarna alam pewarnaan pewarnaan dasar pH pH Dyestuff pickle pickling polipeptida Post Tanning post-mortem postmortem print problem solving proses proses basah Proses pasca protein pudar pull up ramah lingkungan reptile resep resep fruit leather retannign I retanning retanning II review review journal saddle samak sapi senyawa bixin sepatu silika sinar matahari sisa sisa proses size skin snake soaking solvent sortasi spray staining struktur surfactant surfaktan syarat lapisan finishing tanin tanned Tanning tanning krom tanning mineral tes test tipe tipe dyestuff titrasi top coat translucent transparan tujuan tujuan finishing tumbuhan uji uji fisis uji kimiawi ukuran ular unhairing upper vegetable vegtan vitamin e warna warna luntur wax wet blue yellowing yogyakarta

Blog Archive