Proses BHO menggunakan enzim |
Perkembangan
teknologi saat ini sudah berkembang sangat pesat. Penggunaan bahan-bahan kimia
yang dapat merusak lingkungan sudah sangat dihindari dan dilarang
penggunaannya. Tak beda pada industri yang paling tua di dunia yaitu proses
pengolahan kulit. Sungguh sangat disayangkan selama ini proses pengolahan kulit
mengandung berbagai macam bahan kimia. Bahan baku alami atau organik yang
berupa kulit diolah menjadi leather yang bersifat racun karena banyaknya bahan
kimia yang dimasukkan agar kulit menjadi awet atau tahan lama. Belum lagi
limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan kulit terutama pada proses BHO
dan tanning yang menggunakan krom.
Dewasa ini sudah
banyak dikembangkan proses pengolahan kulit secara bioteknologi. Proses
pengolahan kulit sudah tidak lagi menggunakan bahan kimia akan tetapi
menggunakan enzim yang dihasilkan oleh bakteri atau mikroorgnisme lain. Dengan
menggunakan bioteknologi maka limbah dari pengolahan kulit akan mudah
didegradasi atau mudah terurai di alam bebas sehingga tidak akan mencemari
lingkungan. Selama ini kendala dari penggunaan enzim adalah dari segi harga
yang sangat mahal. Apakah benar dengan harga enzim yang sangat mahal akan
mempengaruhi atau menaikkan harga jual leather secara signifikan? Nanti di
bawah, akan kami bahas berapa besaran biaya yang dikeluarkan untuk proses BHO
ya…
Pertama kita akan
membahas leather dari sudut pandang pengguna produk kulit terlebih dahulu. Pengguna
leather seperti jaket, tas dan dompet di Indonesia tidaklah sedikit. Bagi orang
awam lebih baik mengeluarkan sedikit lebih banyak uang untuk membeli produk
dari kulit daripada harga murah tetapi bahan dari plastik atau vinil atau bahan
lain seperti kain atau kanvas. Mereka sadar bahwa hal ini dikarenakan produk
dari kulit sangat lebih awet atau tahan lama jika dibandingkan dengan bahan
lain. Misalkan saja dompet untuk pria dari kulit sudah dapat dibeli dengan
harga sekitaran 80rb sampai dengan 150rb akan bertahan 3 sampai 5 tahun
kedepan, bahkan dengan perawatan akan mampu bertahan sampai 8-10 tahun kedepan.
Bisa dikatakan produk dari kulit jika dibandingkan dengan produk dari bahan
lain sebenarnya akan lebih menghemat pengeluaran. Sehingga bagi masyarakat umum
saat ini sudah banyak berpindah ke produk dari bahan kulit atau leather. Jadi
bisa dikatakan jika masyarakat umum sebenarnya sudah mengetahui dan sadar bahwa
produk dari kulit lebih baik jika dibandinkan dengan bahan lain. Akan tetapi
harga yang mahal dan model atau design yang kurang menarik bisa menyebabkan
menurunnya permintaan.
Kedua kita akan
melihat dari produksi pengolah kulit. Proses pengolahan kulit di Indonesia
masih menggunakan metode konvensional sebagai contoh proses BHO yang masih
menggunakan kapur dan sulfida, serta proses tanning yang masih menggunakan krom
sebagai bahan penyamak utama. Produsen pengolah atau penyamak kulit selama ini
hanya memenuhi permintaan produsen pembuat barang jadi. Produsen penyamak kulit
bisa dikatakan sangat jarang mengikuti perkembangan teknologi di proses
penyamakan kulit itu sendiri atau tidak adanya inovasi. Inovasi disini yang
dimaksudkan tidak hanya terletak dari jenis artikel yang dibuat akan tetapi
juga dari jenis finishingnya.
Berbeda dengan
penyamak kulit yang tidak hanya menjual kulit tetapi juga mampu merekrut atau
mempunyai karyawan yang bisa membuat barang jadi. Produsen penyamak kulit yang
bisa membuat barang jadi selain dapat menjual kulit sebagai bahan pembuatan
barang jadi, juga dapat menjual barang jadi sebagai produk langsung kepada
konsumen. Sehingga produsen tipe ini tidak bergantung pada pasar jika
permintaan menurun, karena mereka bisa berkomunikasi langsung dengan konsumen.
Tentu saja pembuatan barang jadi didukung dengan design yang menarik.
Jika kita melihat,
produsen barang jadi dari segi inovasinya akan selalu berusaha membuat barang
jadi dengan design atau model yang baru, sedangkan para produsen penyamak kulit
kurang bisa berinovasi. Saat ini para penyamak kulit dengan pasaran lokal,
sebagian besar hanya berusaha membuat atau menyamak kulit dengan harga yang
dapat bersaing. Banyaknya penyamak kulit dalam satu daerah lokal dengan
pemasaran yang sama akan saling berperang harga dengan menurunkan
serendah-rendahnya. Akan tetapi tidak bisa menonjolkan kelebihan dari kulit
atau leather yang mereka hasilkan. Misalkan saja leather yang mereka hasilkan
sudah sesuai dengan standar SNI atau belum. Bagaimanakah pengujiannya bagus
atau tidak (konsumen di Indonesia belum sadar dan paham standar SNI leather).
Perlu dicatat saat
ini kami sedang menguji penggunaan enzim pada kulit biawak awetan kering.
Sehingga data-data yang akan kami tampilkan berikutnya hanya berasal dari
pengolahan kulit dari kulit biawak awetan kering belum kulit yang lain.
Kedepannya kami akan melakukan uji coba terhadap kulit lainnya seperti ular,
kambing, sapi dan akan kami update di website kami. So, pantengin terus website
kami ya…
Salah satu
perkembangan teknologi dalam pengolahan kulit terutama pada proses BHO adalah
penggunaan enzim. Enzim ini dapat menyingkat waktu proses secara signifikan.
Proses BHO atau Beam House Operation yang merupakan awal dari sederetan proses
pengolahan kulit mempunyai peranan yang sangat penting. Misalkan saja apabila
proses pembasahan kulit tidak sempurna maka sudah dapat dipastikan proses
kelanjutannya akan mengalami kegagalan dikarenakan bahan kimia tidak akan bisa
masuk atau penetrasi ke dalam kulit.
BHO menggunakan enzim kulit biawak awetan kering |
Proses BHO
dilakukan dengan menggunakan bahan seperti air, garam, surfaktan, kapur,
sulfida, Bating Agent, Degreaser, Asam Formiat dan Asam Sulfat. Penghilangan
bulu atau sisik secara konvensional pada proses BHO dilakukan dengan
menggunakan kapur Ca(OH)2 dan sulfida Na2S. Perlu
diketahui Na2S jika dibiarkan di udara terbuka akan mengeluarkan gas
yang berbau seperti telur busuk yang berasal dari sulfurnya. Dengan berbagai
macam bahan kimia inilah yang menyebabkan limbah dari pengolahan kulit menjadi
berbahaya dan beracun. Perlu dilakukan pengolahan limbah terlebih dahulu
sebelum dapat dibuang di alam. Tentu saja proses pengolahan limbah akan
mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Biaya ini nantinya akan menaikkan harga
jual leather yang dibebankan ke konsumen.
BHO menggunakan enzim setelah 0,5 jam |
Berbeda apabila
kita proses BHO menggunakan enzim. Enzim yang berasal dari makhluk hidup tentu
saja hasil limbahnya tidak akan mencemari lingkungan. Enzim yang digunakan pada
proses BHO tidak merusak sisik akan tetapi mendigesti lapisan antara demis dan
epidermis sehingga lapisan sisik dari kulit biawak dapat di kelupas dan tidak
rusak. Sehingga apabila sisik dibuang ke alam bebas akan mudah terdegradasi.
Secara konvensional pengolahan kulit biawak kering sampai mengelupasnya sisik
diperlukan waktu selama 3 hari. Sedangkan menggunakan enzim proses ini dapat
dilakukan hanya dalam waktu 2 jam sisik sudah dapat dikelupas.
BHO menggunakan enzim setelah 1 jam |
Demikianlah sedikit
pengenalan dari kami tentang inovasi pada proses pengolahan kulit terutama pada
proses BHO atau Beam House Operation yang menggunakan enzim. Karena sudah
terlalu banyak yang perlu ditulis dan dibaca maka untuk update biaya proses dan
sedikit pengetahuan tentang enzim akan kami bahas pada artikel selanjutnya…. Terima
kasih dan maaf…