Tanning nabati dari babakan kayu akasia menjadi salah satu alternatif bahan tanning yang ramah lingkungan karena berasal dari alam. Hanya saja bahan tanning ini mempunyai kelemahan pada kulit yang dihasilkan cenderung kaku. Sehingga belum bisa digunkan untuk kulit softy seperti artikel sarung tangan.
Penggunaan aldehid dari formlain dan glutaraldehid juga sudah mulai dikurangi bahkan sudah tidak diperbolehkan lagi menggunakan formalin sebagai bahan tanning. Salah satu penggantinya adalah bahan tanning DAS (dialdehid starch) tang dibuat dengan mereaksikan periodate dengan sakarida (DAS) maupun selulosa (DAC) sehingga mempunya 2 gugus aldehid yang bisa digunakan sebagai bahan tanning. Salah satu kelemahan penggunaan bahan ini adalah mahalnya harga pereaksi periodate.
Lanxess juga membuat bahan tanning yang eco-friendly dara carbamoyl (PCMS), sedangkan Stahl mempunyai Granofin F90 yang berasal dari trizain. Walaupun sudah ada perusahaan besar yang mempunyai bahan tanning yang eco-friendly, akan tetapi masih banyak yang berusaha membuat bahan tanning yang lebih ramah lingkungan yang berasal dari tanaman (nabati). Granofin F90 yang merupakan bahan tanning eco-friendly (hasil jadi bahan tanning) tetapi dalam pembuatannya menggunakan Cyanuric chloride yang merupakan bahan berbahaya. Mungkin saja hal ini yang masih mendorong banyak peniliti yang berusaha mencari bahan tanning alternatif yang berasal dari alam.
Bahan tanning yang berasal dari alam seperti dari kayu (akasia), apakah nantinya akan menyebabkan deforestasi? Alternatif lainnya adalah bahan tanning yang bisa didapatkan dari buah misalkan saja genipin. Genipin bisa didapatkan dari ekstraksi buah genipa yang merupakan bahan crosslinker alami untuk protein. Sehingga dapat dipastikan senyawa ini biodegradable. Kelemahan penggunaan bahan ini akan menghasilkan warna biru pada kulit. Atau alternatif lain dari daun zaitun. Hasil kulitnya disebut wet green. Bahkan penggunaan bahan tanning dari daun zaitun sudah digunakan dan di skala industri.
Selain bahan diatas, salah satu senyawa yang bisa digunakan untuk tanning adalah quinone. quinone sudah disebutkan oleh mas Covington sebagai senyawa yang dapat digunakan bahan tanning. Hanya saja pembuatan bahan ini masih dilakukan secara sintetis dan dikategorikan sebagai bahan yang berbahaya. Quinone merupakan senyawa aromatis (benzene) yang mempunyai 2 oksigen dengan ikatan rangkap pada karbon aromatisnya. Quinone dapat digunakan sebagai bahan tanning karena mampu menghubungkan 2 fiber protein dan akan menaikkan suhu kerutnya.
KENYATAAN
Quinone bisa didapatkan dengan mereaksikan phenol (mono) dengan enzim tyrosinase menghasilkan o-quinone yang bisa digunakan sebagai crosslinker yang berikatan dengan gugus amina. Enzim tyrosinase adalah enzim poliphenol oxidase (PPO) yang menyebabkan pencoklatan seperti pada kulit pisang dan buah apel setelah dipotong. Sehingga enzim ini akan sangat mudah ditemukan di alam.
HIPOTESA
Memang benar enzim PPO dapat merubah phenol menjadi quinone. Akan tetapi keberadaan phenol (mono) di alam apakah melimpah? Dengan asumsi bahwa bahan tanning tidak diperbolehkan deforestasi maka kita harus mencari alternatif lain.
- Misalkan saja kita mmapu menghidrolis lignin sehingga didapatkan senyawa phenol, kemudian dapat diereaksikan dengan enzim PPO maka akan sangat menguntungkan bagi kita.
- Misalkan saja kita mencari sumber phenol dari daun. Daun banyak kandungan flavonoidnya. Akan tetapi bagaimana dengan favonolnya? Seandainya kita bisa merubah flavonoid atau flavonol menjadi senyawa yang mempunyai struktur seperti quinone (mempunyai 2 oksigen dengan ikatan rangkap pada karbon aromatisnya) secara enzimatis (PPO), apakah bisa digunakan sebagai bahan tanning? Jika seandainya bisa digunakan sebagai bahan tanning, maka akan sangat menguntungkan bagi kita. Selain bahan berasal dari alam yang sangat mudah didapat, tidak deforestasi, tentu saja akan menjadi bahan tanning eco-friendly dan biodegradable.
Akan tetapi seperti pada kulit pisang dan buah apel setelah dipotong, tanning menggunakan quinone akan menyebabkan warna kecoklatan "browning"
Thanks to : Bp. Edy P., dosen yang merubah pola pikir kami dalam pengolahan kulit
Sumber :