![]() |
| Kulit Domba Finishing (leather) |
Bahan Kimia pada Finishing
Khana YasaMay 09, 2018auxiliaries, auxiliary, bahan kimia, bahan kimia finishing, bahan pembantu, Binder, crosslinking agent, finishing, pelarut, pewarna, solvent
Ekstraksi Kesumba Sebagai Pewarna Dasar(Dyes) pada Proses Dyeing
Khana YasaMay 09, 2018alami, biji kesumba, bixin, dyeing, dyes, ekstraksi, kesumba, Pasca Tanning, pewarna alam, pewarnaan, pewarnaan dasar, Post Tanning, proses basah, senyawa bixin, tumbuhan, warna
![]() |
| Kesumba source:google |
Sebelum ke ekstraksi biji kesumba, sebaiknya rekan-rekan mengetahui apa itu ekstraksi terlebih dahulu. Proses ekstraksi telah kami jabarkan disini.
Kesumba keling termasuk dalam Familia Bixaceae dengan sinonim Pigmentaria Rumph. Tanaman ini merupakan perdu tegak atau pohon kecil dengan tinggi 2 – 8m dan berasal dari Amerika tropis. Kesumba keling banyak ditanam di taman, tepi jalan, dekat pagar dan kadang tumbuh liar di hutan dan tempat-tempat lain dari ketinggian 1 – 1200m di atas permukaan air laut.
Kesumba keling termasuk dalam Familia Bixaceae dengan sinonim Pigmentaria Rumph. Tanaman ini merupakan perdu tegak atau pohon kecil dengan tinggi 2 – 8m dan berasal dari Amerika tropis. Kesumba keling banyak ditanam di taman, tepi jalan, dekat pagar dan kadang tumbuh liar di hutan dan tempat-tempat lain dari ketinggian 1 – 1200m di atas permukaan air laut.
Defek Kulit Faktor Lingkungan
Khana YasaMay 08, 2018cacat kulit, Defek, Defek Iklim, Defek Jenis Bangsa, Defek kulit, Defek Lingkungan, Defek Makanan, Defek Musim
![]() |
| Kulit Double Layer |
Seiring dengan
perkembangan teknologi, industri-industri di Indonesia semakin bersainguntuk
memproduksi dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Salah satu dari industri yang
memilikinilai ekonomi tinggi adalah industri penyamakan kulit. Kulit samak
merupakan kulit yang dihasilkandari proses penyamakan dan berbahan baku dari
kulit mentah. Kulit mentah yang digunakan dalamproses penyamakan berasal dari
kulit hewan seperti sapi, kambing, domba, buaya, ular, dan hewan-hewan lainya.
Dalam makalah ini difokuskan pada pembahasan mengenai kulit kambing, domba,
dankulit sapi.
FINISHING
Khana YasaMay 08, 2018finishing, lapisan finishing, pengolahan kulit, syarat lapisan finishing, tujuan finishing
![]() |
| Proses Finishing Spray |
Sebelum membahas finishing
pada kulit kita bahas dahulu pengertian dari finishing. Sehingga rekan-rekan
paham apa itu finishing secara umum.
Finishing secara uumum dapat
diartikan sebagai memberikan lapisan tipis (film) pada suatu permukaan.
Permukaan disini dapat rekan-rekan artikan semua benda yang mempunyai permukaan
seperti tembok, kayu, kulit, besi dan lain-lain. Walaupun permukaannya berbeda
akan tetapi intinya sama yaitu memberikan lapisan tipi dengan tujuan protektif
dan dekoratif. Protektif berarti memberikan perlindungan pada benda tersebut.
Sedangkan dekoratif berarti memperindah atau mempercantik benda tersebut.
Ekstraksi dan Pewarnaan Daun Jati
![]() |
| Ekstraksi Daun Jati |
Jati adalah sejenis pohon
penghasil kayu bermutu tinggi. Pohon besar, berbatang lurus, dapat tumbuh
mencapai tinggi 30-40 m. Berdaun besar, yang luruh di musim kemarau. Jati
dikenal dunia dengan nama teak (bahasa Inggris). Nama ini berasal dari
kata thekku (à´¤േà´•്à´•്)
dalam bahasa Malayalam, bahasa di negara bagian Kerala di India selatan. Nama
ilmiah jati adalah Tectona grandis L.f.
Jati dapat
tumbuh di daerah dengan curah hujan 1 500 – 2 000 mm/tahun dan suhu 27 – 36 °C
baik di dataran rendah maupun dataran tinggi. Tempat yang paling baik untuk
pertumbuhan jati adalah tanah dengan pH 4.5 – 7 dan tidak dibanjiri dengan air.
Jati memiliki daun berbentuk elips yang lebar dan dapat mencapai 30 –
60 cm saat dewasa.
Ekstraksi
| Ekstraksi menggunakan kompor |
Beberapa bahan kimia untuk pengolahan kulit seperti bahan untuk tanning dan pewarna (dyes) dapat kita peroleh dari alam. Yang paling banyak diambil adalah dari tumbuhan dengan cara ekstraksi dari bagian batang, daun dan bunganya. Sebelum kita meng-ekstrak, kita belajar dahulu apa itu ekstraksi.
Ekstraksi menurut KBBI adalah pemisahan
suatu bahan dari campurannya, biasanya dengan menggunakan pelarut. Sedangkan
menurut Wikipedia, ekstraksi adalah suatu proses pemisahan suatu zat
berdasarkan perbedaan kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang
berbeda, biasanya air dan yang lainnya pelarut
organik.
Pengujian Warna pada Kulit Crust Dyed
Khana YasaMay 05, 2018assessing, crust, dyed, dyestuff, grey scale, keringat, ketahanan warna, kulit, Pasca Tanning, pencucian, pengujian crust dyed, Post Tanning, staining
![]() |
| Grey scale source:SDCE |
Sebelumnya telah kami post
tentang dyestuff, pengujiannya dan colour matching pada proses pasca tanning. Selanjutnya
kita akan belajar tentang pengujian kulit crust dyed terutama pada ketahanan
pewarnaannya. Perusahaan pengolahan kulit tentu saja berusaha agar kulitnya mempunyai
kualitas yang cukup bagus sesuai dengan standar atau sesuai dengan permintaan
pembeli. Untuk itu perlu dilakukan pengujian apakah kulit yang dihasilkan
mempunyai kualitas yang bagus dan stabil.
Proses pasca tanning pada
proses penyamakan kulit merupakan salah satu tahapan proses besar yang
bertanggung jawab pada cita rasa dan sentuhan karakter kulit. Pada proses ini
terdapat proses pewarnaan dasar atau dyeing. Proses dyeing bertujuan untuk
memberikan warna untuk meningkatkan penampakan kulit jadi (leather) agar lebih
indah sesuai corak dan metoda yang akhirnya dapat meningkatkan nilai produk
tersebut untuk diperdagangkan.
Colour Matching pada Proses Dyeing
Khana YasaMay 05, 2018dyeing, dyes, dyestuff, fiksasi, matching color, matching colour, metameri, metameric, metamerism, Pasca Tanning, pengolahan kulit, pewarnaan, pewarnaan dasar, warna
![]() |
| Crust Dyed kulit kambing |
Proses pasca tanning pada
proses pengolahan kulit bisa diartikan suatu tahapan proses yang bertanggung
jawab atas cita rasa dan sentuhan karakter kulit. Proses pasca tanning pada
proses pengolahan kulit merupakan tahapan proses ketiga dari empat proses
utama. Proses pasca tanning terdiri dari beberapa proses diantaranya retanning,
netralisasi, fatliquoring, dyeing dan fiksasi. Sedangkan proses mekanik pada
pasca tanning berupa ageing, sammying dan shaving yang dilakukan sebelum
proses. Setelah proses basah pasca tanning selesai maka dilakukan proses
mekanis yang berupa ageing, staking, buffing, toggling dan measuring.
Proses dyeing pada proses
pasca tanning merupakan proses pewarnaan dasar pada proses pengolahan kulit.
Tujuan proses pewarnaan dasar/dyeing adalah untuk meningkatkan penampakan kulit
jadinya (leather) agar lebih indah, sesuai corak dan metode yang akhirnya dapat
meningkatkan nilai produk tersebut untuk diperdagangkan. Pemberian warna dasar
pada kulit tentu saja harus sesuai dengan standar baik nasional maupun
internasional yang berhubungan dengan karakteristik uji fisik, organoleptik,
kimia termasuk persyaratan yang berhubungan dengan penggunaan jenis
dyestuffnya.
Warna menurut Abrahart E.N.
dalam bukunya Dyes and Their Intermediate
adalah merupakan bagian yang terlihat dari spektrum yang berasal dari radiasi
elektromagnetik dengan panjang gelombang berkisar antara 400-800nm. Bahan
pewarna terdiri dari dua jenis yaitu pigmen dan dyes. Pigment dalam suatu
larutan walaupun dapat campur kan tetapi bersifat tidak dapat larut atau
insoluble (Gurse, 2016). Sedangkan dye merupakan pewarna yang dapat larut dalam
suatu larutan dan dalam proses pewarnaannya melalui rekasi kimia. Dye ada dua
tipe yaitu sintetis (dyestuff) dan natural. Dye sintetis berasal dari bahan
petroleum sedangkan dye natural diambil dari tumbuh-tumbuhan, hewan dan mineral
menurut Singh dan Bharati (dalam Gurse A., 2016).
Dye sintetis atau dyestuff
jadi bahan pewarna utama dalam proses dyeing. Hal ini dikarenakan bahan pewarna
natural dari alam belum mampu memenuhi standar warna diantaranya rentang warna
yang sedikit, kurang tajam dan penggunaannya yang sangat banyak dalam satu kali
proses dyeing. Dyestuff yang paling banyak digunakan dalam proses pengolahan
kulit adalah acid dyestuff karena mempunyai banyak keunggulan. Menurut
Covington T. (hal 373 : 2009) keunggulan dari acid dyestuff diantaranya :
1.
Molekul
yang cenderung kecil dan mudah larut dalam air
2.
Digunakan
pada pewarnaan yang membutuhkan penetrasi dan ketajaman warna
3.
Mempunyai
muatan ionic sehingga reaktifitasnya sangat tinggi dengan kulit yang bermuatan
kationik
4.
Fiksasi
menggunakan asam sebagai akibat adanya gugus sulfonat
5.
Bereaksinya
didominasi oleh reaksi elektrostatik antara gugus sulfonat dengan proton amino
dari gugus lysine
6.
Reaksi
keduanya merupakan ikatan hidrogen melalui grup auksokrom
7.
Beberepa
bereaksi dengan ikatan krom yang berfungsi sebagai mordant
8.
Mempunyai
ketahanan warna yang baik
9.
Mempunyai
rentang warna yang besar, warna yang cerah dan tajam
Proses dyeing dalam
rangkaian proses pasca tanning tidak serta merta hanya sekedar memasukkan bahan
pewarna. Proses pewarnaan dasar (dyeing) diperlukan dyestuff yang mempunyai
penetrasi yang tinggi agar terpenetrasi sempurna ke dalam penampang kulit
(Sharphouse J.H., 1989). Selain itu diperlukan penambahan pH dengan ditambah
bahan neutralising agent atau ammonia sampai pH 6 dengan kondisi hangat.
Proses dyeing selain dari
bahan yang digunakan perlu diperhatikan urutan proses dan mekanisnya. Proses
dyeing sebelum dan sesudah fatliquoring akan menghasilkan warna yang sedikit
berbeda. Proses mekanis pada proses dyeing dilakukan selama 60 menit dengan
asumsi dyestuff dapat terpenetrasi sempurna ke dalam penampang kulit.
Menurut J. H. Sharphouse
beberapa efek yang terjadi pada proses dyeing, diantaranya :
a. Temperature
effect
Proses melarutkan dyestuff dalam bentuk pasta dengan
menggunakan sedikit air dingin kemudian ditambahkan air panas sejumlah 20x
berat dyestuff. Selain dibutuhkan dyeing dengan penetrasi yang tinggi, proses
dyeing diperlukan kondisi hangat dengan suhu 40-60 0C.
b. Effect
of Concentration
Penggunaan air yang kurang akan mengakibatkan warna
yang lebih pekat pada permukaan. Penggunaan air yang kurang diperlukan aksi
mekanis yang lebih besar. Difusi dyestuff yang sangat cepat bisa terjadi
sehingga akan mengakibatkan flek warna karena warna tidak dapat menyebar
merata.
c. Micelle
Formation Effects
Tidak semua dyestuff terdapat dalam larutan air
sebagai molekul individu tetapi membentuk agregat seperti pada bahan penyamak
nabati. Bahan ini berbentuk micelles. Formasi bahan ini akan meningkat oleh
konsentrasi garam, mereduksi dari inonisasi dari grup auksokrom. Hal ini akan
berakibat mengurangi kecepatan reaksi dyestuff dengan kulit.
d. Effect
of tannages
Penggunaan bahan penyamak yang berbeda akan berakibat
pada warna yang berbeda. Bahan samak yang berbeda mempunyai kandungan ion yang
berbeda seperti antara penggunaan krom dan nabati. Penggunaan bahan penyamak krom
makan kulit dalam keadaan kationik. Sedangkan bahan penyamak nabati akan lebih
anionic. Hal ini bisa terlihat dari pH akhir proses tanning. Penggunaan bahan
penyamak nabati akan menutup gugus amino pada kolagen, sehingga akan mengurangi
ikatan acid dyestuff pada kulit.
Acid dyestuff yang mempunyai
rentang warna yang besar tidak serta merta semua warna ada. Dengan tidak adanya
bahan pewarna maka diperlukan pencampuran dyestuff agar didapat warna yang
sesuai dengan permintaan. Karena warna merupakan gelombang elektronagnetik
dengan panjang gelombang tertentu makan pencampuran dua atau lebih warna akan
merubah panjang gelombangnya. Pencampuran warna sebaiknya mempunyai penetrasi
yang sama. Apabila pencampuran warna mempunyai penetrasi yang berbeda maka
hasil kulit yang didapat akan terjadi perbedaan warna antara bagian permukaan
dengan penampang bagian dalam kulit.
Dua objek yang mempunyai
penampakan warna sama ketika dilihat pada satu sumber cahaya apabila dilihat
dengan sumber cahaya yang lain akan berbeda maka disebut warna metameric (
Sharphouse J.H, 1989). Pencampuran dua warna setelah selesai dilakukan maka
perlu dilakukan pengujian warna dibawah sumber cahaya dimana kulit ditempatkan.
Jika dibawah sinar lampu neon maka pengujian warna juga dilakukan dibawah sinar
lampu neon.
Prasyarat proses colour
matching menurut Eddy Purnomo dalam Color
and Leather (2016) diantaranya :
a.
Dyestuff
tidak memiliki perbedaan/selisih nilai penetrasi lebih dari dua
b. Dyestuff
harus sejenis, bermuatan sama, anionic dengan anionic, cat asam dengan cat
asam, tidak boleh mencapurkan dengan jenis yang lain seperti cat reaktif,
apalagi muatannya berbeda
c. Hue
warna harus seirama, tidak boleh terlalu berbeda, atau mempunyai frekuensi
panjang gelombang yang berdekatan
d. Pilih
dan campur warna sekunder dengan sekunder atau tersier jangan mencampurkannya
dengan warna primer ( merah, kuning, biru)
e.
Tidak
boleh menggunakan warna hitam untuk menuakan (darkness) warna
f.
Warna
coklat akan menyebabkan efek buram (dull)
Menurut Krysztof Bienkiewicz
dalam bukunya physical chemistry of
leather making (441 : 1983), pencampuran warna tidak hanya sekedar merubah
panjang gelombangnya akan tetapi juga dari komponen bahan dyestuff. Pencampuran
dua warna atau lebih akan bisa mengakibatkan reaksi kimia antar dyestuff yang
nantinya akan mempengaruhi reaksi dyestuff dengan kulit sehingga akan
menimbulkan arah warna yang berbeda pula.
I.
Matching Colour for Neutral Colour
Proses pewarnaan dasar(dyeing) dengan menggunakan pencampuran warna
dengan adanya bahan lain pada proses pasca tanning tentu saja akan mempengaruhi
hasil akhir warna. Penggunaan bahan retan dari bahan penyamak yang berwarna
coklat secara otomatis sedikit banyak akan mempengaruhi warna. Sehingga untuk
mendapatkan warna netral atau warna asli dyestuff menggunakan bahan pembantu
yang tidak mempengaruhi warna.
Penggunaan bahan pembantu dibutuhkan hanya untuk membantu penetrasi
dyestuff secara sempurna yaitu ditambahkan levelling
atau dispersing agent. Levelling agent seperti sincal MS tidak
akan merubah warna, sedangkan dispersing
agent seperti coralon OT akan sedikit merubah warna menjadi lebih muda. Penambahan
ammonia untuk menaikkan pH akan mengakibatkan afinitas dyestuff menurun dan
menaikkan difusinya ( Purnomo E., 2016).
II.
Matching Colour for Light Colour
Proses pewarnaan(dyeing) pada warna-warna muda bisa dilakukan dengan
penggunaan dyestuff yang lebih sedikit yang akan sedikit pula mewarnai kulit
yang menyebabkan warna akhir menjadi lebih muda.
Penggunaan bahan-bahan fatliquoring akan mempengaruhi hasil akhir warna.
Penambahan bahan fatliquoring pada akhir proses (top fat) / surcate
fatliquoring akan menyebabkan warna akhir menjadi lebih muda (Post Tanning
Processes Up To Crusted Leather).
Untuk mendapatkan warna muda bisa dilakukan dengan cara menambahkan
white syntan. White syntan merupakan replacement syntan yang biasa digunakan
untuk chrome free snow white leather atau kulit yang berwarna putih. Dengan
penambahan white syntan maka warna akan menjadi lebih terang atau muda.
III.
Metoda Sandwich
Dalam
buku Post Tanning Processes Up To Crusted Leather) proses dyeing dengan metode
sandwich merupakan proses pewarnaan dasar untuk mendapatkan warna yang tembus
(through dyeing) dan warna yang pekat atau deep pada permukaan/grain kulit.
Pada awalnya proses pewarnaan dasar tidak berbeda dengan proses pewarnaan
netral dengan penetrasi dyestuff yang baik (through). Setelah itu dilakukan
penambahan yang kedua kali dilakukan fiksasi secara cepat pada permukaan
sehingga ada penumpukan warna pada permukaan kulit.
Proses pasca tanning
diakhiri dengan proses fiksasi yang bertujuan untuk pengikatan bahan kimia
(retanning, dyestuff, fat) terhadap kulit. Menurut Eddy Purnomo (Teknik Pasca
Tanning Kulit Besar, 2017), fiksasi dilakukan dengan menambahkan asam pada
larutan dyeing untuk meninkatkan daya dan kecepatan ikatan ionic antara gugus
amina pada rantai samping protein dengan gugus auksokrom (bermuatan negative)
dari dyestuff. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada proses fiksasi
diantaranya :
a.
Proses
fiksasi akan menyebabkan warna menjadi lebih tua
b.
Fiksasi
dapat pula menggunakan bahan pembantu berupa komponen kationik (fixing agent)
seperti resin kationik, komponen Al, komponen Cr dan lain lain
c.
pH
akhir pada dyeing antara 3,2-3,5
Pengujian Dyestuff
Khana YasaMay 05, 2018acid dyestuff, air sadah., dyes, dyestuff, karakter dyestuff, kelarutan, kelarutan dyestuff, pengujian dyestuff, pH, pH Dyestuff
![]() |
| Pengujian Dyestuff |
Sebelum membahas pengujian dyestuff, sebaiknya rekan-rekan membaca
dahulu tentang dyestuff. Disitu
dijelaskan kenapa pewarna yang digunakan berupa dyestuff dan bukan pigment. Dijelaskan
pula kenapa dyestuff yang paling banyak digunakan pada pengolahan kulit adalah acid dyestuff bukan yang lainnya.
Secara umum misalkan saja
rekan-rekan membeli suatu barang katakanlah saja itu buah. Tidak mungkin
rekan-rekan membeli buah yang sudah busuk. Tanda-tanda buah itu busuk apa?
Misal warna yang coklat, bau yang tidak sedap, tekstur yang lunak dan
lain-lain. Sama hal nya juga dengan membeli bahan kimia (pelaku pengolah kulit
menyebut sebagai obat) tidak serta merta kita langsung percaya bahwa bahan yang
kita gunakan sudah sesuai dengan apa yang kita inginkan atau kita harapkan
bahkan apakah bahan kimia tersebut sudah sesuai dengan leaflet atau TDS (Technical
Data Sheets) yang biasa disertakan dari supplier.
DYESTUFF
Khana YasaMay 05, 2018auksokrom, dyes, dyestuff, jenis, jenis dyestuff, kromofor, kromogen, macam dyestuff, pewarnaan, tipe dyestuff, warna
![]() |
| Crust dyed kulit ular |
Warna tidak pernah lepas
dari kehidupan manusia. Dengan adanya warna maka suatu barang akan tampak lebih
menarik jika dibandingkan dengan yang tidak ada warnanya. Warna asli atau yang
berasal dari alam banyak dijumpai pada tumbuhan baik pada bagian batang, daun
maupun bunga. Selain itu warna bisa dijumpai pada hewan maupun batu-batuan.
Warna inilah yang nantinya menjadi standar warna untuk pembuatan bahan pewarna
sintetis
Warna pada suatu barang
tidak lepas karena adanya cahaya. Cahaya yang datang pada suatu benda sebagian
akan diserap dan sebagian lagi akan dipantulkan. Spektrum cahaya yang dipantulkan
oleh benda inilah yang akan mengindikasikan warna dari benda tersebut. Jika
tidak ada cahaya maka tidak ada warna. Menurut KBBI, warna adalah kesan yang
diperoleh mata dari cahaya yang diantulkan oleh benda-benda yang dikenainya.
Warna secara khusus
diartikan sebagai spektrum (sebaran) gelombang foton yang disebabkan oleh
radiasi elektromagnetik yang mempunyai kisaran panjang gelombang 400nm sampai
dengan 750nm (Purnomo E, 2016). Sedangkan menurut Abrahart E.N. dalam bukunya Dyes and their Intermediates, warna
merupakan bagian yang terlihat dari spektrum yang berasal dari radiasi
elektromagnetik dengan panjang gelombang berkisar antara 400-800nm. Dari dua
pengertian di atas mempunyai kesamaan yaitu warna mempunyai panjang gelombang.
Apabila panjang gelombang kurang dari 400nm atau lebih dari 800nm maka tidak
akan terlihat oleh mata. Jika panjang gelombang kurang dari 400nm maka disebut
ultraviolet. Sedangkan lebih dari 750nm disebut infrared.
Bahan yang digunakan untuk
mewarnai atau pewarna secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu pigmen dan
dye. Pigmen dalam suatu larutan walaupun dapat bercampur akan tetapi bersifat
tidak dapat larut atau insoluble (Gurse, 2016). Proses pewarnaan pigmen juga
tidak melalui reaksi kimia. Pigmen banyak ditemukan dalam bentuk inorganic salt dan oxide seperti iron oxides.
Sedangkan dye merupakan pewarna yang dapat larut dalam suatu larutan dan dalam
proses pewarnaannya melalui reaksi kimia. Dye ada dua tipe yaitu sintetis dan
natural. Dye sintetis berasal dari bahan petroleum sedangkan dye natural
diambil dari tumbuh-tumbuhan, hewan dan bahan mineral menurut Singh dan Bharati
(dalam Gurse A., 2016).
Dyes menurut Theory of O.N.
Witt (dalam Abrahart E.N., 1977) dyes merupakan kombinasi dari molekul tak
jenuh yaitu kromofor yang disebut kromogen dan satu atau lebih group substansi
disebut auksokrom yang berfungsi untuk mengintensifkan warna dan meningkatkan
ikatan antara dyes dengan substrat. Jadi pembuatan dyes sintetis atau dyestuff berdasarkan dari gabungan
antara kromogen dengan auksokrom.Para pelaku pengolahan kulit menyebut dyestuff dengan sebuatan cat dasar.
Pada perkembangannya pembuatan
dyes atau disebut dyestuff bisa ditambahkan golongan metal. Pembagian dyestuff
menurut Covington T. (2009) klasifikasi dyestuff dibagi menjadi
1. Acid
Dyes
Disebut acid dyes karena proses fiksasinya dalam
kondisi asam. Tipe ini banyak digunakan pada industri leather dengan tanning
krom. Karakteristik dari acid dyes diantaranya :
a.
Molekul
cenderung kecil dan mudah larut dengan air
b. Digunakan
pada pewarnaan yang membutuhkan penetrasi dan ketajaman warna
c. Mempunyai
muatan anionic sehingga reaktifitasnya sangat tinggi dengan kulit yang
bermuatan kationik
d. Fiksasi
menggunakan asam sebagai akibat adanya gugus sulfonat
e. Bereaksinya
didominasi oleh reaksi elektrostastik antara gugus sulfonat dengan proton amino
dari group lysine
f. Reaksi
keduanya merupakan ikatan hidrogen melalui group auksokrom
g. Beberapa
bereaksi dengan ikatan krom yang berfungsi sebagai mordant
h. Mempunyai
ketahanan warna yang baik
i. Mempunyai
rentang warna yang besar, warna yang cerah dan tajam
2. Basic
Dyes
Struktur molekulnya hampir sama dengan acid dyes akan
tetapi membawa muatan positif seperti substansi amina, walaupun kadang membawa
gugus anionik. Banyaknya gugus amina kurang suka air jika dibandingkan dengan
gugus sulfonat atau karboksilat, sehingga mempunyai tipikal kurang mudah larut
terhadap air dari pada acid dyes. Karakteristik dari Basic dyes diantaranya :
a.
Mempunyai
warna yang sangat kuat dan cerah
b. Cenderung
sukar larut dalam air, karena sedikit mengandung group yang mudah larut air
dari pada acid dyes, yang cenderung larut dalam oil dan pelarut solven.
c. Cenderung
bersifat bronze effect seperti tampilan metalik. Ini dikarenakan reaksi pada
permukaan ketika molekul dyes saling tumpang tindih saling tertarik oleh ikatan
Van der Waal’s yang mengakibatkan cahaya dipantulkan dari struktur yang
berlapis-lapis.
d.
Sangat
rendah ketahanan cahayanya
e.
Tahan
terhadap keringat karena tidak dipangaruhi oleh meningkatnya pH
f.
Reaktifitas
sangat tinggi terhadap anonic leather, seperti pada tanning nabati dan acid
dyes. Tipe ini digunakan pada proses pewarnaan sistem sandwich dengan urutan
acid dyes, basic dyes kemudian topping dengan acid dyes. Ketertarikan ikatan
elekstrostastik antar muatan akan menciptakan warna yang pekat dan ketahanan
gosok yang tinggi
g.
Dapat
terendapkan oleh air sadah dan anionic reagents
h.
Diaplikasi
dengan dicampur menggunakan asam asetat kemudian dilarutkan dengan air panas
i. Bereaksi
secara elektrostatik melalui proton dari group amino dan inonisasi group
karboksilat pada kolagen
j.
Reaksi
keduanya melalui ikatan hidrogen
k.
Karena
lebih tidak suka air dari pada acid dyes, maka beberapa reaksinya melalui
hydrophobic bonding
3. Direct
dyes
Direct dyes mempunyai struktur yang sama dengan acid
dyes dan basic dyes, tetapi mempunyai molekul yang lebih besar.ada tambahan
kategori pada direct dyes, perkembangannya direct dyes dapat ditambah gugus
kromofor azo dan aromatis. Karakteristik direct dyes diantaranya :
a.
Mempunyai
molekul yang lebih besar dari pada acid dyes dan basic dyes
b.
Digunakan
untuk surface dyeing, yang memungkinkan ketidak rataan warna
c. Tidak
membutuhkan asam untuk fikssasi, karena sudah terlalu reaktif tergantung dari
banyaknya gugus yang ber-reaksi
d.
Kelunturan
warna mulai dari cukup sampai bagus
e.
Biasanya
warna gelap
f. Mempunyai
beberapa kesamaan struktur dengan acid dyes dan basic dyes, tetapi mempunyai
muatan yang lebih rendah sehingga ikatan ion lebih kurang penting
g.
Berat
molekul semakin besar berarti semakin direct reaction, tidak memerlukan
penambahan pH untuk fiksasi
h. Bergantung
pada ikatan hidrogen dari banyaknya jumlah auksokrom per molekulnya, seperti
reaktifnya tanning nabati dan lebih pada ikatan hydrophobic
4. Mordant
Dyes
Original mordan dyes sangat mirip dengan ekstraksi
dari tumbuhan, yang menghasilkan warna pucat kurang pekat dan fiksasi kurang
bagus pada tekstil saat digunakan tunggal. Untuk fiksasi antara pewarna dengan
substrat diperlukan penambahan mekanisme fiksasi dengan menambahkan garam metal
baik sebelum maupun sesudah dyes. Pada saat ini mordant dyes lebih mirip dengan
acid dyes tetapi muatan inoicnya lebih sedikit. Biasanya mempunyai ikatan yang
lemah dengan kolagen tetapi dengan adanya metal akan membentuk komplek sehingga
metal berfungsi sebagai jembatan antara leather dengan dyes.
Mekanisme fiksasi sama dengan acid dyes, dengan
penambahan dari kompleksasi ikatan kovalen
a. Ikatan
yang lemah terhadap kolagen, biasanya mempunyai gugus sulfonat yang sedikit.
Jika natural dyes maka ikatan hidrogennya juga sedikit
b. Bergantung
pada terbentuknya molekul komplek dengan metal ion
c. Ikatan
dengan mordant metal akan beraneka ragam muatan elektrostatisnya dan karakter
kovalennya tergantung dari metalnya.
5. Premetallised
Dyes
Konsep dari premetallised dyes adalah menghilangkan
dua tahapan proses dari mordantin dan dyeing dengan menyiapkan komplek dyes dan
garam metal di dalam dyes. Perbandingan dyes dengan metal bisa 1:1 dan 1:2.
6. Reactive
Dyes
Reactive mirip dengan acid dyes yang mempunyai ikatan
kovalen pada gugus reaktifnya, yang dapat berikatan kovalen dengan kolagen.
Reactive dyes digunakan pada leather yang membutuhkan ketahanan cuci, ketahanan
keringat seperti pada pakaian dan glove. Karakteristik dari reactive dyes
diantaranya :
a.
Sangat
tahan terhadap pencucian dan keringat
b.
Tahan
terhadap cahaya
c.
Range
warna yang sedikit dan agak pucat
d.
Mahal
e.
Adanya
regulasi terhadap kesehatan dikarenakan bereaksi dengan substansi organik.
7. Sulfur
Dyes
Sulfur dyes mempunyai struktur seperti sintan, yaitu
sangat komplek dikarenakan pada pembuatannya menggunakan struktur yang tidak
diketahui. Konsistensi warnanya tergantung dari konsistensi kondisi
produksinya. Karakter dari sulphur dyes diantaranya :
a. Hanya
cocok untuk leather yang tahan terhadap pH tinggi yang diperlukan untuk reaksi
dyes seperti tanning aldehid dan oil.
b.
Tahan
terhadap keringat dan pencucian
c.
Rentang
warna yang sedikit dan pucat, tidak ada warna true red
d.
Sedikit
hingga tidak berikatan dengan wool


















