Bahan Kimia pada Finishing


Kulit Domba Finishing (leather)
Kita telah belajar tentang finishing di proses pengolahan kulit disini. Banyak perusahaan pengolah kulit mencampurkan bahan kimia finishing sendiri. Bahan finishing sangatlah beragam. Untuk itu pengolah kulit sampai tahap akhir atau finishing hendaknya mengetahui tentang bahan kimia pada finishing. Paling tidak mengetahui dasar dari bahan kimia finishing sehingga dapat mencampur bahan finishing sesuai kebutuhan.


 Akhir dari penggunaan leather akan sangat menentukan jenis finishing yang akan dipakai. Masing-masing jenis leather memiliki spek atau requirement yang berbeda-beda. Leather untuk upholstery tentunya memiliki tipe finishing yang berbeda dengan leather untuk garment. Perbedaan inilah yang nantinya menjadi dasar penggunaan bahan baku pembuatan cat finishing. Bahan utama dalam pembuatan leather finishing diantaranya :
1.      Binder
Binder merupakan bahan utama pembentuk film pada finishing leather. Binder mengikat pigment dan bahan-bahan yang lain, bersama-sama saling berikatan dalam film dengan leather. Binder juga merupakan bahan utama dari ketahanan fisik finishing.
a.       Protein Binder
Dasar dari protein adalah dari kasein yaitu derivat dari susu dan albumen dari telur yang mengandung bahan aditif seoerti wax. Penggunaan protein binder akan memberikan hasil akhir film yang tipis, terlihat natural, dan dapat menghasilkan gloss yang tinggi dengan bantuan panas.
Kasein dihasilkan dari susu tetapi diperjual-belikan dalam bentuk powder yang menyerap air tetapi tidak larut. Kasein larut dalam keadaan alkali dan asam. Kasein paling banyak tersedia dalam konsentrasi 12-15% menggunakan pelarut caustic soda, ammoniak dan borax.
Walaupun kasein dapat berdiri sendiri, tetapu biasanya ditambahkan albumen yang dapat mempertinggi tingkat kilap dan shellac yang cenderung dapat memperkeras lapisan/finish. Selain itu pada penggunaan kasein sebagai bahan finishing diperlukan fiksasi yang menggunkan formalin untuk memperbaiki wet rub fastness. Karena formalin merupakan bahan beracun dan dilarang di beberapa negara, maka formalin diganti dengan croslinking agent.
Kelemahan dari Kasein adalah diperlukan glazing untuk meningkatkan tingkat kilap. Selain itu beberapa permasalahan yang dapat terjadi adalah cracking yang disebabkan film terlalu keras. Hal ini bisa dikarenakan kurangnya bahan plasticiser. Sedangkan jika terlalu berlebihan plasticiser, lapisan film akan menempel pada saat glazing. Pada awalnya plasticiser yang digunakan Sulphated castor oil. Selain itu bisa juga menggunakan Polyethylene glicol yang memberikan viskositas
yang rendah.
b.      Resin emulsi
Resin emulsi adalah binder yang paling banyak digunakan dalam finishing leather. Resin emulsi adalah resin yang berbahan dasar air, sehingga pembentukan filmnya berdasar dari penguapan air dan coalescence dari partikel resin. Sifat-sifat dari finishing menggunakan resin emulsi ditentukan oleh resin sebagai penyusun utamanya, akan tetapi dapat dipengaruhi oleh tipe dan konsentrasi dari penggunaan pigment dan bahan pembantunya.
1)      Resin Acrylic
Resin emulsi acrylic adalah resin sintetis yang paling banyak digunakan pada finishing. Bahan resin emulsi acrylic didapatkan dari polimerisasi ester dengan acrylic dan methacrylic acid. Sifat-sifat resin emulsi acrylic dipengaruhi keragaman dari monomer yang digunakan, diantaranya :
·         methyl acrylate            : sifat keras, ketahanan abrasi yang bagus
·         ethyl acrylate               : sifat lembut, adhesi yang bagus
·         butyl acrylate              : sangat lunak, dan tacky
·         methyl methacrylate    : sangat keras
Monomer adalah single molekul atau bahan yang mampu bereaksi membentuk polimer yang terdiri dari 2 atau lebih molekul. Pada pembuatan resin emulsi, monomer yang tidak dapat larut dalam air di emulsikan menggunakan surfactan. Sifat-sifat dari resin acrylic diantaranya : adhesi yang bagus harga murah, ketahanan cahaya yang bagus tetapi kurang bagus ketahanannya terhadap air. Kelemahan dari resin emulsi adalah kurang bagusnya wet rubness dikarenakan adanya air dan surfaktan. Hal ini dapat dikurangi dengan pencampuran dari 2 binder yang berbeda karakteristiknya.
2)      Resin emulsi butadiene
Resin emulsi butadiene sering digunakan untuk pada proses finishing corrected grain dan split. Karakteristik resin emulsi butadiene :
·         covering yang bagus
·         adhesi yang bagus
·         ketahanan terhadap air dan solvent yang bagus
Sedangkan beberapa kekurangan dari resin emulsi butadiene diantaranya dapat pecah dengan beberapa tipe pigment, rubbery feel dan harga yang cukup mahal.
3)      Resin emulsi Polyurethane
Poliuretan dapat dibentuk dari penambahan icocyanate dengan amines atau carboxyl. hal ini menawarkan varietas yang berbeda-beda dan dapat menghasilkan kemungkinan yang berbeda karakteristiknya. Polyurethane memberikan karakteristik film sebagai berikut :
·         Fleksibel
·         ketahanan cahaya yang bagus
·         adhesi yang bagus
·         ketahanan abrasi yang bagus
Kekurangan dari resin jenis ini adalah harga yang mahal. Bahkan harganya dua kali lipat dari resin tipe acrylic.
4)      Vynil Acetate
Resin jenis ini mempunyai karakteristik yang sangat lunak dan tidak digunakan berdiri sendiri pada proses finishing.

2.      Pewarna
a.         Dyes
Dyes digunakan dalam berbagai aplikasi finishing untuk :
1)        modifikasi warna
2)        memberikan warna pada aniline finishing(unpigmented)
Pada proses finishing, dyes terdapat dalam bentuk cairan yang ditambahkan air dan solven untuk mendapatkan solubilitas dan stabilitas yang bagus. Kekurangan dari dyes adalah kurang bagusnya ketahanan terhadap cahaya.
b.        Pigmen
Pigmen digunakan untuk :
1)        memberikan warna
2)        memeberikan hiding power yang bagus dan meminimalisasi defek
3)        memperbaiki warna yang kurang merata
4)        memperbaiki ketahanan terhadap cahaya
Pigmen terdiri dari :
1)        Inorganic pigmen
Karakteristik dari inorganic pigmen diantaranya :
·         mempunyai covering yang bagus
·          ketahanan terhadap cahaya yang bagus
·         ketahanan terhadap panas yang bagus
Pigmen inorganic yang digunakan pada leather finishing adalah iron oxide, titanium dioxide, chrome compounds, cadmium sulphide dan carbon black. Iron oxide banyak digunakan sebagai pewarna yang dibuat secara sintetis karena memberikan tinting strength yang bagus dari pada iron oxide yang terdapat di alam(terbentuk secara natural).
2)        Organic pigments
Pigmen oganik mempunyai karakteristik yang berada diantara dyes dan pigmen inorganic meliputi opacity, kecerahan, dan fastness. Karakter umum dari pigmen organik diantaranya :
·         mempunyai warna yang cerah
·         kelarutan dalam solven yang bagus
·         mempunyai ketahanan terhadap panas yang berbeda-beda
·         ketahanan cahaya dari moderate hingga bagus
Kekurangan dari pigmen organik adalah harga yang mahal dan berkemkungkinan bahaya karena proses migrasi.

3.      Bahan Pembantu
Bahan pembantu bukan sebagai bahan pembentuk film pada finishing, tetapi lebih sebagai modifikasi peforma dari film.
a.       Viscosity modifiers dan Penetrators
Setiap jenis aplikasi membutuhkan viskositas, flow dan wetting yang berbeda. Pada aplikasi finishing dengan mesin roll coater membutuhkan requirement yang berbeda jika dibandingkan dengan aplikasi finishing menggunakan spray. Pada finishing menggunakan roll coater, tidak terlalu membutuhkan wetting permukaan film karena proses mekaniknya ssudah dapat menutupi dari permasalahan kurangnya wetting. Sedangkan pada aplikasi menggunakan spray, sangat membutuhkan wetting permukaan yang mempengaruhi adhesi dan flow. Bahan yang digunakan bisa berupa sodium polyacrylates. Karena sangat pentingnya adhesi pada finishing, maka biasanya ditambahkan penetrator yang dapat dicampurkan dengan wetting agents.
b.      Wax
Wax yang biasa digunakan biasanya dalam bentuk emulsi yang merupakan hasil dispersi dari wax di dalam air. Wax bisa didapatkan dari alam(secara natural) sintetis parafin maupun polythene wax. Wax biasanya digunakan untuk mengurangi lengketnya permukaan film atau untuk memodifikasi surface feel. Berlebihnya penggunaan wax dapat mempengaruhi adhesi intercoat pada finishing.
c.       Handle modifiers
Setiap customer atau tipe artikel dari kulit mempunya karakteristik yang berbeda-beda. Pada beberapa tipe finishing dapat berupa plastic feel. Sedangkan sebagian besar pengguna leather menyukai leather yang tampak lebih natural. Perbedaan inilah maka bisa ditambahkan handle modifiers pada top coat. Handle modifiers bisa berupa oil, wax, dan silicone. Silicone dapat juga berfungsi untuk memperbaiki slip(licin) dan mengurangi tacky.
d.      Fillers dan matting agents
Bahan ini digunakan untuk menambah covering power dan mengurangi tingkat kilap. Bahan yang digunakan dari silica atau china clay.

4.      Crosslinking Agents
Croslinking agent adalah bahan untuk menggabungkan rantai polimer. Croslinking agent diantaranya
a.       Cationics
b.      Formaldehyde
c.       Isocyanates
d.      Carbodiimides
e.       Aziridines

5.      Solvent atau pelarut
Solven merupakan pelarut dari binder. Pada binder kasein menggunakan pelarut air yang dibuat alkali, tetapi pada umumnya solven berupa cairan organic yang mudah menguap yang dapat melarutkan binder. Karena solven mempunyai tegangan permukaan yang lebih rendah dari pada air maka penambahan solven dapaat memberikan flow out yang lebih baik.
Pembentukan film dipengaruhi oleh penguapan solven dan kecepatan penguapan merupakan hal yang sangat mendasar. Untuk mencapai dua hal tersebut secara optimum biasanya menggunakan solvent dan diluent. Sebagai contoh pada nitrocellulose binder, sebagai true solvent-nya adalah ethyl acetate. Sedangkan diluentnya xylene dan toluene. Sehingga diluent memiliki kecepatan evaporasi yang lebih cepat dan dapat digunakan sebagai pengatur viskositas spray atau merubah konsentrasi larutan sesuai dengan keinginan.
Flash point dari solven juga merupakan hal yang sangat penting. Solven yang memiliki flash point dibawah 32­oC mempunyai regulasi sangat ketat karena solvent akan sangat mudah terbakar. Selain itu ada regulasi mengenai Volatile Organic Compound(VOC) yang mempengaruhi penggunaan solven organik pada pembuatan produk finishing.
Share:
Mohon Aktifkan Javascript!Enable JavaScript

Labels

acid dyestuff air air sadah air sadah. alam alami analisa antemortem anti jamur anti oksidan antik artikel asam amino assessing auksokrom auxiliaries auxiliary awet awetan bahan kimia bahan kimia finishing bahan pembantu barang jadi base coat bating beam house operation bebas bebas krom beeswax BHO biawak biaya biji kesumba Binder biodegradable bixin buang bulu buaya bunga cacat cacat kulit cahaya castor chrome tanned color coat colour coat cost crazy horse crosslinking agent crust crust dyed DAC DAS daun deacidification Defek Defek Iklim Defek Jenis Bangsa Defek kulit Defek Lingkungan Defek Makanan Defek Musim degreasing deliming dermis dialdehid domba download dyed dyeing dyes dyestuff eco eco-friendly ecoprint ekstraksi emulsi enzim enzyme epidermis fatliquor fatliquoring fiksasi finishing fisis free chrome fruit fruit leather full grain fungsi garam garam jenuh garam tabur grading green technology grey scale hewan hipodermis ikan pari istilah istilah kulit jaket jaringan jenis jenis artikel jenis artikel kulit jenis dyestuff journal jurnal kadar air kambing kandungan karakter dyestuff kelarutan kelarutan dyestuff kelunturan keringat kerusakan kerusakan kulit kesumba ketahanan warna kimiawi klasifikasi klasiikasi klasik konsep krom kromofor kromogen kualitas kuantitatif kulit kulit box kulit jadi kulit krus kulit loose kulit mentah kulit pickle kulit samak kulit segar kulit ular lapisan finishing LARE LARE-PU leaher leather leather laptop light fastness limbah limbah cair limbah industri pengolahan kulit limbah padat liming longgar kulit longgar loose luas luas kulit luas leather luka macam dyestuff matching color matching colour medium coat menguning mentah metameri metameric metamerism minyak mutu nabati nano-silika nature netralisasi neutralisation neutralization Oksasolidin oksazolidin organoleptis oxazolidine panca indera Pasca Tanning pelarut pemanfaatan pemanfaatan limba pembasahan pemeliharaan peminyakan pencucian pengasaman pengawetan pengolahan pengolahan kulit pengolahan limbah pengujian pengujian crust dyed pengujian dyestuff pengujian leather penjualan penjualan kulit penyakit penyamakan penyamakan bebas krom penyimpanan perawatan perendaman pewarna pewarna alam pewarnaan pewarnaan dasar pH pH Dyestuff pickle pickling polipeptida Post Tanning post-mortem postmortem print problem solving proses proses basah Proses pasca protein pudar pull up ramah lingkungan reptile resep resep fruit leather retannign I retanning retanning II review review journal saddle samak sapi senyawa bixin sepatu silika sinar matahari sisa sisa proses size skin snake soaking solvent sortasi spray staining struktur surfactant surfaktan syarat lapisan finishing tanin tanned Tanning tanning krom tanning mineral tes test tipe tipe dyestuff titrasi top coat translucent transparan tujuan tujuan finishing tumbuhan uji uji fisis uji kimiawi ukuran ular unhairing upper vegetable vegtan vitamin e warna warna luntur wax wet blue yellowing yogyakarta

Blog Archive